Ketika Ulama Menjadi Thoghut
Abdullah Muridusy Syahadah
Kepada Para Aktivis Islam Yang Bergabung Di Dalam Tandzim Tertentu, Dan Kaum Muslimin Secara Keseluruhan
Di Mana Saja Berada
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
اَلْحَمْدُ ِللهِ مُعِزِّ اْلإِسْلاَمِ بِنَصْرِه، وَمُذِلِّ الشِّرْكِ بِقَهْرِه، وَمُصَرِّف اْلأُمُور بِأَمْرِه، وَمُسْتَدْرِجِ اْلكَافِرِيْنَ بِمَكْرِه، اَلَّذِي قَدّرَ اْلأَيَّامَ دُولاً بِعَدْلِه، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مَنْ أَعْلَى اللهَُ مَنَارَ اْلإِسْلاَمِ بِسَيْفِه.
أمَّا بعد؛
Hanya kepada Allah kita memuji, dan hanya kepada-Nya kita bersyukur atas semua nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada kita. Dan kita sadar bahwa semua nikmat yang diberikan kepada kita seyogyanya kita gunakan untuk beribadah kepada-Nya, dengan taat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Intinya adalah kita gunakan kenikmatan ini untuk Menegakkan Kalimah Allah Yang Mulia di atas muka bumi ini. Dan kita faham bahwa hidup dan mati kita harus kita persembahkan untuk Allah Ta’ala.
Sholawat serta salam kita haturkan kepada Rosulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam. Imam orang-orang bertaqwa dan komandan para mujahidin. Yang telah menunaikan amanah dan menyampaikan risalah. Kita sadar bahwa kita adalah tentara-tentaranya yang siap mengemban risalahnya. Walau waktu kita habis, harta kita terkuras dan nyawa kita hilang dari raga, demi meneruskan perjuangannya. Semoga kita semua mendapatkan syafa’atnya kelak di akhirat.
Ikhfah fillah …..
Dalam risalah yang Ke-5 ini, saya ingin menuliskan sebuah risalah yang berjudul “Ketika Ulama Menjadi Thoghut”. Merupakan sebuah keprihatinan yang mendalam melihat fenomena yang terjadi di sekitar kita, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Yang mana ulama menjadi komoditi politik, dan ulama dijadikan corong dan kaki tangan panjang dari “Oknum-oknum yang jahat dan mempunyai kekuasaan”. Dan atau justru para ulama itu tanpa mereka sadari menjadikan dirinya sebagai Thoghut yang diibadahi selain Allah. Dijadikan thoghut yang ditaati dan ditunduki segala perintah dan larangannya.
Tulisan ini bukan berarti tidak berdasarkan dalil dan fakta di lapangan. Selalunya risalah-risalah yang saya sampaikan merupakan hasil pembelajaran dari sebuah nash di dalam Al Kitab dan As Sunnah, lalu dikuatkan dengan data-data dan fakta yang secara empiris menggambarkan kebenaran nash-nash tersebut. Maka selalunya saya mulai dengan sebuah kisah dan cerita kejadian. Dengan berpijak dari ayat “فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي اْلأَبْصَارْ” (Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang mempunyai penglihatan).
Ikhwah fillah …..
Ada sebuah kisah:
Pada tanggal 18-21 Desember, tahun 1983, diadakan MUSYAWARAH NASIONAL ALIM ULAMA SE-INDONESIA. Yang diadakan di Pondok Pesantren Asem Bagus Situbondo. Pondok tersebut dipimpin oleh KH. As’ad Syamsul Arifin.
Musyawaroh tersebut memutuskan lima poin. Adapun poin yang ke-empat adalah
PENERIMAAN DAN PENGAMALAN PANCASILA ADALAH MERUPAKAN PERWUJUDAN DARI UPAYA UMMAT ISLAM INDONESIA DALAM MELAKSANAKAN SYARI’AT AGAMANYA”.[1]Na’udzubillah min Dzalik….. Bagaimana para ulama itu bisa membuat Deklarasi seperti itu?
Kisah yang lain:
Ketika pemerintah murtad ini hendak merayakan pesta demokrasi. Tepatnya pada tanggal 9 April 2009 M. pemerintah melihat gelombang GOLPUT (Golongan Putih / Tidak menggunakan hak suaranya pada pemilu). Bahkan hampir 40 % suara GOLPUT itu terjadi pada tiap pemilu. Baik pemilu tingkat Daerah maupun tingkat Nasional.
Melihat gelombang GOLPUT yang semakin membesar ini, maka Pemerintah murtad ini memutar otak dengan cara memanfaatkan para “Ulama” yang notabene dipandang “Moderat”, untuk berbicara di depan umum, bahkan Live di stasiun Televisi yang menerangkan tentang “Bolehnya Pemilu”, bahkan mereka memfatwakan bahwa “GOLPUT HARAM”. Dengan menyitir beberapa ayat yang diperkosa dan dinodai kesuciannya, serta diselewengkan makna sebenarnya. Maka di sebuah Negara “Murtad” yang notabene mayoritas penduduknya muslim, pasti disana dibuat satu badan yang namanya “M.U.T” (Majlis Ulama Thoghut). Mereka adalah kumpulan para ulama sulthon (penguasa), yang berfatwa sesuai pesanan tuannya. Maka para ulama yang seperti ini disifati oleh Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sebagai “لِصٌّ” (Pencuri alias Maaaaaling).
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَأَنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ
“Dan ulama itu adalah pewaris para nabi” (HR. al-Bukhori)
Dalam riwayat lain beliau bersabda:
إِذَا رَأَيْتَ الْعَالِمَ يُخَالِطُ السُّلْطَانَ مُخَالَطَةً كَثِيْرَةً فَاعْلَمْ أَنَّهُ لِصٌّ (للديلمي في مسند الفردوس – عن أبي هريرة)
“Jika kamu melihat seorang ‘alim (mufrod dari ‘ulama) sering bergaul dengan penguasa, maka ketahuilah bahwa dia pencuri (maling).” (HR. ad-Daylami dalam Musnad al-Firdaus – dari Abu Huroyroh)
Kisah lain:
Seorang ikhwah aktivis bertanya kepada ustadznya dan atau mas’ulnya: “Ustadz, ana kedatangan ikhwah mujahid yang hendak singgah di rumah ana. Bolehkah ana menerimanya dan menginapkannya di rumah ana? Ustadz tersebut menjawab: Jangan! Nanti kamu terkena embetannya”. Na’udzu billahi min dzalik
Akhirnya ikhwah aktivis ini tidak menyediakan tempat buat ikhwah mujahid dengan alasan “Larangan dari ustadznya”.
Ikhwah haroky tersebut tidak jadi menyediakan tempat buat ikhwah mujahid lantaran larangan dari ustadznya. Padahal Allah memerintahkan kepada kita untuk menyediakan tempat bagi mujahid fie sabililah. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang Telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Anfal: 72).
Dan masih banyak kisah-kisah yang menjelaskan seperti fakta di atas.
Ikhwaf fillah …..
Mari kita kaji firman Allah Ta’ala:
“Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (QS. An Nahl: 36).
Apasih makna Thoghut Itu?
Pengertian Thoghut sangat banyak sekali. Adapun inti dari pengertian yang dijabarkan oleh para salaf dan ulama’ adalah sebagaimana yang diterangkan oleh Imam An Nawawi: Berkata Al Laits, Abu ‘Ubaidah, Al Kasa’I dan jumhur ahli bahasa:
“Thoghut adalah Segala yang diibadahi selain Allah Ta’ala”.
[2]Jadi THOGHUT adalah setiap yang ditaati dan ditunduki selain Allah Ta’ala. Maka Setiap orang yang ditaati di dalam perintah dan larangannya, sementara perintah dan larangannya tersebut bertentangan dengan perintah dan larangan Allah Ta’ala. Maka orang yang seperti itu disebut Thoghut. Dan orang yang mengikuti Thoghut dan mengikuti fatwanya maka dia menjadi Penyembah Thoghut thoghut tersebut.
Adapun Pentolan Thoghut disebutkan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rohimahullah itu ada lima. Dan diantara lima itu adalah disebut
Ulama dan atau
Pemimpin.
[3]Allah Ta’ala berfirman:
“Mereka menjadikan AHBAR (orang-orang alimnya) dan RUHBAN (rahib-rahib) mereka sebagai Rob selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At Taubah: 31).
Dalam atsar yang hasan dari ‘Adiy Ibnu Hatim (dia asalnya Nashrani kemudian masuk Islam) RasulullahShalallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat itu di hadapan ‘Adiy Ibnu Hatim, maka dia berkata: “Wahai Rasulullah, kami dahulu tidak pernah ibadah dan sujud kepada mereka (ahli ilmu dan para rahib)” maka Rasulullah berkata, “Bukankah mereka itu menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dan kalian ikut-ikutan menghalalkannya? Bukankah mereka mengharamkan apa yang telah Allah halalkan lalu kalian ikut-ikutan mengharamkannya?” lalu ‘Adiy Ibnu Hatim berkata, “Ya, betul” lalu Rasulullah berkata lagi, “Itulah bentuk peribadatan orang-orang Nashrani kepada mereka itu” (HR. At Tirmidzi)
Adapun tafsir ayat
““Mereka menjadikan AHBAR (orang-orang alimnya) dan RUHBAN (rahib-rahib) mereka sebagai Rob selain Allah”. adalah
sesungguhnya mereka mengikuti orang-orang Alim dan Pendeta-Pendeta dalam masalah penghalalan dan pengharaman”.
[4]Maksudnya adalah mereka menjadikan para ulamanya, ustadznya, kyainya dan Qo’idnya (Pemimpin) sebagai orang yang paling berhak membuat fatwa dan instruksi yang 100 % mutlak diikuti dan ditaati, tanpa melihat apakah instruksi dan fatwanya tersebut benar ataukah salah.
Ikhwah fillah …..
Kadang kita tidak sadar, bahwa terkadang kita menjadi korban “fatwa dan instruksi” dari para ustadz, dan atau qoidnya “Yang tidak Jujur”. Karena kita selaku anggota bawahan, yang selalu mengedepankan perasaan “Tsiqqoh kepada atasan” sehingga kita telan mentah-mentah semua fatwa, instruksi dan kabar dari atasan, tanpa melihat kebenaran fatwa, instruksi dan kabar yang disampaikan.
Banyak kasus terjadi di lapangan, seorang ustadz mengatakan bahwa “Si A adalah anak buah Thoghut, Si B bukan anak buah Thoghut”. Padahal sama-sama si A dan si B pernah mendatangi undangan perkumpulan yang diadakan oleh Thoghut. Sehingga perkataan ustadz ini dipercaya dan diikuti oleh anak buahnya. lalu terjadi di lapangan sebuah fenomena “para anak buah ustadz ini memusuhi dan mencerca “Si A” yang dibilang oleh atasan itu sebagai anak buah Thoghut. Padahal data dan fakta serta bukti tidak bisa dikeluarkan oleh atasan dan atau ustadz tersebut yang memvonis bahwa si A adalah anak buah Thoghut.
Maka dalam satu kondisi ustadz dan atau atasan yang seperti ini bisa menjadi Thoghut, dan dalam kondisi yang lain a’dho’ (anak buah/bawahan) bisa menjadi penyembah Thoghut.
Ikhwah fillah …..
Memang terkadang kejujuran dan ketsiqohan kita kepada seorang ustadz dan atau Qo’id menjadi bumerang buat kita, dan bisa menjadi senjata makan tuan yang mencelakakan kita kelak, jika pemimpin tersebut tidak jujur dan dusta.
Biasanya kedustaan pemimpin ini keluar manakala dia mencari simpati dan kepercayaan para pengikutnya, dengan cara dia membuat cerita bohong, dan fitnah-fitnah keji. Walau pun kadang harus mengorbankan seorang ikhwah yang lain untuk jadi kambing hitamnya. Dan biasanya pemimpin yang seperti ini bertujuan mengekalkan kepemimpinannya dan kekuasaannya, atau untuk mengekalkan Tandzimnya.
Ikhwah fillah …..
Apakah kita sadar, jika para pemimpin yang membohongi kita itu nantinya akan mencelakakan kita di akhirat kelak? Padahal kita mengikuti dia itu berdasarkan asas percaya dan tsiqqoh kepadanya! Jika ketsiqqohan kita kepadanya ternyata dibawa kepada kedustaan dan kejahatan, maka di akhirat pun kita akan celaka dan tidak bisa mendapat udzur dari Allah. Ingatlah firman Allah:
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka”. (QS. Al Baqoroh: 166-167).
Dapatkah para pemimpin yang menyesatkan kita itu akan menyelamatkan kita dari adzab Allah? Ataukah para ustadz dan atau pemimpin itu dapat meringankan sedikit saja dari pedihnya siksa neraka? Tidak ….. Sekali-kali tidak akan dapat menyelamatkan kita dan meringankan dari pedihnya siksa Allah di neraka kelak.
Oleh karena itu wahai ikhwah fillah. Jadikanlah AL HAQ sebagai pijakan dasar kita di dalam berfikir, melangkah dan bersikap. Jangan taqlid buta kepada para ustadz dan Qoid dengan alasan Tsiqqoh kepadanya.
Sayyidina Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ‘anhu berkata:
اعْرِفِ الْحَقَّ تَعْرِف أَهْلَهُ
“Kenalilah kebenaran (niscaya engkau) akan mengetahui siapa pelaku kebenaran”. (Faydhul Qodir)
Ingat! Ustadz dan Qo’id juga manusia biasa, yang tidak ma’sum dan terlepas dari salah dan lupa. Maka tidak ada yang tertolak perkataannya kecuali pemilik kubur ini (Yakni Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam).
Oleh karena itu wahai ikhwah fillah ….. Berhati-hatilah dalam menerima dan mengambil instruksi serta kabar. Walaupun itu dari orang yang paling anda percaya, walaupun itu berasal dari mas’ul (pemimpin) anda. Cek lah kebenaran ucapan dia dengan nash-nash syar’ie yang ada di dalam Al Kitab dan As Sunnah, cek lah kabar yang disampaikan kepada antum dengan menanyakan data, fakta dan saksi yang kuat. Karena tidak sedikit dari para pemimpin yang tidak jujur. Karena tidak sedikit para pemimpin yang menjadi pecundang.
Sebagai contoh:
Seorang yang dianggap sesepuh kampong bercerita kepada beberapa ikhwah yang dianggapnya tsiqqoh kepadanya. Dia berkata: Si A itu tidak dapat dipercaya. Dia dikasih amanah malah cerita kepada orang lain, lalu orang lain tersebut cerita kepada orang lain lagi”.
Bagi ikhwah-ikhwah yang mendengar, pasti percaya dengan cerita ini, karena yang bercerita adalah Sesepuh kampung disitu. Padahal setelah di kroscek kepada si A, ternyata cerita ini bohong. Bahkan ketika si Amenanyakan sendiri kepada si sesepuh kampong tersebut, si sesepuh kampong pun tidak bisa menjawab apa-apa.
Nach, inilah salah satu contohnya. Oleh karena itu, kita harus selalu mengecek dan menanyakan kebenaran data, fakta dan saksi disetiap mendengar kabar. Karena ada kata-kata mutiara arab:
لَيْسَ الْخَبَرُ كَالمْعُاَيَنَةِ
“Tidaklah kabar itu seperti kenyataannya”
Wahai para ustadz dan pemimpin …..
Andalah panutan ummat. Andalah pengawal ummat. Dan andalah yang menjadi barometer ummat di dalam bertindak. Sungguh! Perkataan dan amalanmu menjadi fatwa bagi a’dho’mu. Jujurlah anda kepada Allah. jujurlah anda pada diri anda sendiri, sehingga tidak anda jadikan ummat dan mad’u anda sebagai komoditas kebohongan anda.
Memang kadang berat bagi seorang ustadz untuk mengatakan tidak tahu dalam satu hukum tertentu. Memang kadang berat bagi pemimpin untuk mengatakan tidak tahu terhadap sebuah informasi. Namun perkataan “Tidak Tahu” itulah yang akan menyelamatkan diri anda dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (QS. Al Isro’: 16).
Memang kadang kedudukan dapat menjadikan kita buta, memang kadang kedudukan dapat menjadikan kita tuli, dan kadang kedudukan dapat menjadikan kita bisu. Namun, jika kita jujur kepada Allah dan kepada diri kita sendiri, insya Allah mata kita bisa melihat, telinga kita bisa mendengar, dan mulut kita bisa berbicara. Tentunya dapat melihat kebenaran, dapat mendengar kebenaran, dan dapat berucap kebenaran.
Ucapkanlah kebenaran walaupun itu pahit rasanya, ucapkanlah kebenaran walaupun harus berhadapan dengan pintu penjara dan tiang gantungan. Atau jika anda tidak mampu, diamlah. Diam itu lebih baik. Apalagi di zaman yang penuh dengan fitnah ini.
Ikhwah fillah …..
Dalam etika berjama’ah dan bertandzim, memang Qo’id (Pemimpin) akan sangat dihormati dan disegani. Karena selama ini pemimpin selalu identik dengan penyampai AL HAQ, sementara A’dho’ (Anak buah) akan selalu bersikap husnudhon dan Tsiqqoh kepadanya, karena memang a’dho’ selalu terjerat dengan tali “ASSAM’U waTHO’AH”.
Dalam kondisi dihormati dan disegani, kadang menjadikan sang Qo’id lupa diri, bahwa syetan akan selalu memasang TALBIS IBLISnya (Perangkap Syetan). Syetan akan menggodanya dari arah depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawahnya. Hingga Qo’id itu dapat tergoda.
Ikhwah fillah …..
Bagi anda yang berstatus sebagai A’dho’ (Anggota). Sadarkah anda bahwa pemimpin anda itu manusia biasa? Sadarkah anda bahwa pemimpin anda itu berpotensi untuk bersalah?
Ada sebuah kisah:
Seorang ustadz (Mas’ul) pernah mengatakan: “Anda harus berhati-hati kepada si A dan si B. karena dia pernah mendatangai undangan Thoghut”. Padahal dalam kesempatan yang lain ustaqdz itu pun pernah mendatangi undangan Thoghut juga. Dan bahkan pernah menerima amplop dari Thoghut. Walaupun dia selalu beralasan “Kita harus pandai-pandai berdiplomasi dengan Thoghut. Kita terima uangnya, tapi jangan kita gunakan buat makan”.
Ya akhie…. Apa bedanya pemimpin ini dengan si A dan si B dalam kasus ini? Apakah karena si A dan si Bberstatus A’dho’, dan si pemimpin berstatus atasan? Wal ‘iyadzu billah.
Ikhwah fillah …..
Kisah-kisah di atas hanya menjadi ibroh dan pelajaran buat kita. Bahwa pemimpin bukanlah nabi. Pemimpin bukanlah rosul yang ma’sum dari dosa. Oleh karena itu kita tidak boleh taklid buta kepada pemimpin. Kita hanya boleh taklid buta kepada AL HAQ. Selain kepada nabi dan rosul, maka kita tidak boleh mengambil perkataan dan fatwanya secara 100 %. Karena bisa mengandung salah dan khilaf.
Ikhwah fillah …..
“Ketika Ulama menjadi Thoghut”. Satu judul yang begitu mendalam makna dan artinya. Satu judul yang begitu mengiris sebagian hati para ulama suu’. Menjadi jarum tajam yang menusuk hati para pemimpin yang suu’. Menjadi duri tajam yang menusuk kaki para ulama yang dijuluki “Maaaaaling”. Wal ‘iyadzu billah.
Namun risalah ini bukan bermaksud memfonis ulama tertentu. Bukan bermaksud menuduh Qo’id tertentu. Dan juga bukan untuk melecehkan sebagian ustadz, Qo’id dan sesepuh kampong tertentu.
Ini hanyalah muhasabah, ini hanyalah refleksi bagi kita semua, dan ini hanyalah instrospeksi diri buat kita. Tidak ada yang saya harapkan kecuali kebaikan dan perbaikan. Sebagaimana yang dikatakan oleh nabi Syu’aib ‘alaihis salam: “Tidaklah aku berkehendak kecuali untuk perbaikan semampuku”.
Mungkin ada kata yang dianggap menyindir, mungkin terdapat kata yang dikira memojokkan, mungkin ada ungkapan kata yang terkesan menjelekkan. Itu hanya disebabkan kelemahan dan kekurangan saya di dalam mengungkapkan sebuah nasihat dan tausiyah dengan tutur kata yang sopan dan untaian kalimat yang indah. Sekali lagi, tidak ada maksud menjelekkan, menguliti, dan atau mencemooh seorang ustadz, Qo’id dan sesepuh kampong tertentu. Hanya sebagai Tawashou Bil Haqqi saja.
Ikhwah fillah …..
Semoga risalah ini bermanfaat buat kita semua. Terutama buat saya sendiri. Dan semoga ini bermanfaat bagi para ikhwah, terkhusus yang hidup di dalam sebuah tandzim, dan juga bisa bermanfaat bagi para ustadz yang menjadi mas’ul dan atau Qo’id di dalam sebuah Tandzim tertentu.
Walau mungkin ini menjadi sesuatu yang pahit yang harus ditelan. Kalau memang ternyata ini Pil pahit penyehat penyakit yang harus ditelan, maka dengan perasaan agak berat kita pun harus menelannya.
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلِ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرِ
لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِا اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
نَصْرٌ مِنَ اللهِ وَفَتْحٌ قَرِيْبٌ
اَلَّلهُمَّ اَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ اَلَّلهُمَّ فَاشْهَدْ
اَلَّلهُمَّ اَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ اَلَّلهُمَّ فَاشْهَدْ
اَلَّلهُمَّ اَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ اَلَّلهُمَّ فَاشْهَدْ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Bumi Allah, 3 April 2009 M
NB. Jika antum ingin perdalam lagi masalah ini “ULAMA MENJADI THOGHUT”. Antum bisa buka dalam risalah yang ditulis oleh Syekh Abu Bashir At Tunisy, yang berjudul “دُعَاةٌ أَمْ طُغَاةٌ” (Da’I ataukah Thoghut).
[1] . disadur dari isi ceramah Ustadz Abdullah Sungkar Rohimahullah dalam salah satu ceramahnya yang berjudul Asasul Khomsah.[2] . Syarh Shohih Muslim : 3/18. Untuk lebih detailnya bisa dibaca dalam buku
AT THOGHUT, yang ditulis oleh Syekh Abu Bashir At Tunisy.
[3]. Lihat dalam Kitab Al Jami’ Fie Tholabi ‘Ilmis Syarif, dalam Bab Hukmu Anshorut Thoghut. Yang ditulis oleh syekh Abdul Qodir bin Abdul ‘Aziz fakkallahu asrohu.
[4] . Lihat Dalam Tafsir Ibnu Katsir : 2/460
0 komentar:
Posting Komentar