Sayyid Quthb
Tidak lama setelah penembakan terhadap Hasan Al-Banna, terjadilah penangkapan besar-besaran terhadap anggota Ihwanul Muslimin oleh rezim Nasser, yang beliau waktu itu menjabat Perdana Menteri dan Ketua Dewan Revolusi Mesir. Anggota Ikhwanul Muslimin yang ditangkap ketika itu sebanyak 10,000 (sepuluh ribu) anggota dan seluruhnya dimasukkan ke dalam penjara, termasuk mereka yang berjasa dalam perang melawan Inggris di Suez.
Baru 20 hari sejak penangkapan besar-besaran itu, terdapat 1,000 orang tahanan anggota Ikhwanul Muslimin yang mati akibat siksaan dan penganiayaan. Dan 6 (enam) orang yang dijatuhi hukuman mati.
Di antara anggota-anggota Ikhwanul Muslimin yang ditahan dalam penjara itu adalah Hakim Dr. Abdul Qadir Audah, Muhammad Faraghali, dan Sayyid Quthub. Para tahanan itu tidak sedikit yang dijatuhi hukuman penjara antara 15 tahun sampai seumur hidup, dan juga hukuman mati, dan kerja paksa memotong dan memecah batu-batu di gunung-ganang. Mereka yang membangkang mogok tidak mau kerja paksa kemudian ditembak. Pernah kejadian yang mogok itu ditembak sekaligus 22 orang dalam penjara mereka. Kejadian itu pada tahun 1977.
Adapun Sayyid Quthub, beliau pernah dihebahkan oleh pihak lnggris, barangsiapa yang dapat menangkapnya akan mendapat hadiah 2000 Poundsterling.
Sayyid Quthub ini lahir pada tahun 1903 di Musha, sebuah kota kecil di Asyut, Mesir. Beliau telah hafal Al-Quran 30 Juz sejak masih anak-anak, meraih gelar sarjana dalam tahun 1933 dari Universitas Cairo, kemudian bekerja pada Kementerian Pendidikan. Kementerian Pendidikan kemudiannya mengirim beliau untuk belajar di Amerika Serikat selama dua tahun.
Sepulang dari Amerika Serikat beliau ke Inggris, Swiss, dan Itali. Sepulangnya dari luar negeri beliau kemudian menyatakan keyakinannya bahawa Mesir harus membebaskan diri dari kebudayaan asing yang negatif dan merusak keperibadian Islam serta ketimuran itu.
Beliau adalah seorang penyair dan sastrawan yang hasil karyanya diperhatikan orang. Pada tahun 1946 beliau menulis buku berjudul Keadilan Sosial Di Dalam Islam. Buku ini amat populer dan cemerlang sehingga menjadikan beliau termasyhur. Apalagi setelah buku ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, beliau benar-benar seorang tokoh yang berwawasan. Terutama buku ini sebagai jawaban dari sikap Nasser yang mengumandangkan Sosialisme Arab itu.
Sebenarnya Sayyid Quthub ditahan jauh sebelum peristiwa Sandiwara Penentangan terhadap Nasser pada tanggal 26 Oktober 1954, yaitu dua hari setelah Ikhwanul Muslimin dilarang oleh Nasser. Adapun kesalahan beliau yang paling banyak ialah karena beliau mengarang dan menulis beberapa buku yang bersifat semangat Islam. Selain Keadilan Sosial Dalam Islam, juga buku Tonggak-tonggak Jalan yang isinya menolak kebudayaan jahiliyah moden dalam segala bentuk dan praktiknya.
Kekejaman terhadap para tahanan dan terhadap beliau dari penguasa mesir tak terkira. Melebihi Nazi Jerman. Hal ini telah diungkapkan oleh para bekas tahanan yang kemudian selamat kembali kepada keluarga mereka. Mereka banyak berkisah tentang kekejaman penguasa zaman Raja Farouk maupun oleh Pemerintah Nasser. Ramai para bekas tahanan itu yang bercerita sambil bercucuran air mata bila teringat kawan-kawannya yang mati disiksa dan dibantai di hadapan mata kepala mereka sendiri. Hukuman cambuk, cuci otak dengan alat-alat elektronik sehingga para korban menjadi hilang akal, dan sebagainya. Bermacam-macam tuduhan yang dilontarkan. Tuduhan palsu, fitnah yang dibuat-buat, yang kesemuanya itu tidak ada kesempatan bagi para anggota Ikhwan untuk membela diri. Mereka tetap mengatakan Ikhwanul Muslimin salah, mengkhianati negara dan bangsa, dan sebagainya serta tuduhan-tuduhan yang tidak masuk akal.
Adik Sayyid Quthub yang bernama Muhammad Quthub meninggal dalam penjara. Dan Sayyid Quthub sendiri dibebaskan oleh penguasa pada tahun 1964 atas usaha Presiden lrak, Abdus Salam Aref almarhum. Selepas dari tahanan ini keluarlah buku beliau berjudul Tonggak-tonggak Islam, sehingga pada bulan Agustus 1965 beliau ditangkap dan ditahan lagi bersama 46,000 (empat puluh enam ribu) anggota Ikhwanul Muslimin.
Dalam pengadilan beliau berkata, “Aku tahu bahwa kali ini yang dikehendaki oleh pemerintah (Nasser) adalah kepalaku. Sama sekali aku tidak menyesali kematianku, sebaliknya aku berbahagia kerana mati demi cinta. Tinggal sejarah yang memutuskan, siapakah yang benar, Ikhwan ataukah rezim ini”.
Ketika beliau diadili pada tahun 1954 juga berkata: “Apabila tuan-tuan menghendaki kepada saya, inilah aku dengan kepalaku di atas tapak tanganku sendiri!”
Pada bulan Agustus 1966 Mahkamah Militer menjatuhkan hukuman gantung kepada tokoh Ikhwanul Muslimin termasuk beliau. Dengan sebuah senyum pada hari Senin, di waktu fajar menyingsing tanggal 29 Agustus 1966, beliau meninggal dunia di tiang gantung sebagai jalan untuk menemui Allah! Selama dalam masa penahanan, beliau menulis kitab tafsir Al-Quran yang sangat populer (Fi Zilalil Qur’an) yang saat ini banyak dijadikan kitab referensi dalam berbagai kajian Islam.
Demikianlah hukum yang terjadi di dunia ini, yang benar belum tentu menang dan yang salah belum tentu kalah. Namun pada umumnya yang berkuasa itulah yang dibenar-benarkan, karena pihak yang tidak mendapat kesempatan untuk berbicara karena bukan penguasa, walau tidak kuasa berkata bahwa dirinya benar. Dan Nasser merasa dirinya di pihak yang benar sehingga Ikhwanul Muslimin dianggap sebagai pengkhianat bangsa dan negara. Padahal setiap Mesir ditimpa bahaya, penguasa selalu minta tolong kepada para anggota Ikhwanul Muslimin untuk tampil ke depan membela tanah air, tetapi setelah keadaan aman, Ikhwanul Muslimin dijauhkan dari kebenaran, dipinggirkan, dianggap sebagai organisasi yang najis dan ekstrim.
Demikianlah nasib para pejuang dalam membela kebenaran, bahawa risiko yang dihadapinya tidak sedikit dan bahkan sering membawa korban, disiksa, dianiaya dan demikian itulah cara Allah untuk mengetahui keimanan dan ketakwaan seseorang. Dengan demikian, jelaslah bahwa siapa saja yang tidak mau berjuang untuk membela kebenaran adalah orang yang lemah mentalnya, dan akan mendapat siksa di akhirat nanti.
Waallahu A’lam
0 komentar:
Posting Komentar