Rabu, 15 Juni 2011
SBY: “Saya Seorang Pluralis, Syari’at Islam Bertentangan Dengan Pluralisme”
Risalah Mujahidin Edisi 6 Th. I Saffar 1428 H (Maret 2007 M), hal. 35-36.
Fenomena penolakan Syari’at Islam di lembaga negara, agaknya sudah sejak lama penggelayut di hati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tidak mengherankan, bila ternyata agenda pemerintahan SBY-JK banyak mengabaikan aspirasi umat Islam. Fakta bahwa SBY anti Syari’at Islam, diperoleh Risalah Mujahidin dari rekaman CD dialog antara (kandidat) Presiden RI ke-6 dengan sejumlah komunitas keturunan Cina (dan tokoh Kristen-Katholik). Dialog tersebut berlangsung di Hotel Reagent, Jakata, pada tanggal 1 Juni 2004. Sekadar menyegarkan ingatan, Pemilu Legislatif berlangsung pada 5 April 2004, sedangkan pilpres putaran pertama berlangsung 5 Juli 2004, dan pilpres putaran kedua berlangsung pada 20 September 2004. SBY-Kalla dilantik sebagai Presiden RI ke-6 Oktober 2004. DIALOG antara SBY dengan komunitas keturunan Cina yang berlangsung 1 Juni 2004, berarti terjadi setelah pemilu legislatif, dan pilpres putaran pertama berlangsung sebulan kemudian.
Bisa disimpulkan, komunitas Cina yang berdialog dengan SBY sebagai kandidat Presiden RI ke-6 kala itu, adalah Cina non Muslim. Karena, masalah utama yang mereka tanyakan adalah berkenaan dengan komitmen SBY seputar penerapan Syari’at Islam. Dan SBY secara tegas memposisikan diri sebagai pluralis dan nasionalis yang tidak setuju Syari’at Islam.
Dari dialog ini juga muncul kesan, bahwa PBB pimpinan Yusril Ihza Mahendra (kala itu, kini dipimpin MS Ka’ban), juga berada dalam posisi yang sama dengan SBY, yaitu menolak Syari’at Islam. Oleh karena itu, bisa dimengerti mengapa PBB pada pemilu 5 April 2004, perolehan suaranya terus menurun dibanding lima tahun sebelumnya.
Komunitas Cina yang berdialog dengan SBY kala itu, dicitrakan dari kalangan pengusaha, yang sangat berpengaruh di dalam roda perekonomian nasional. Mereka, tokoh Cina (dan tokoh Kristen-Katholik), memberikan kesan bahwa keberhasilan Partai Demokrat, terutama di Jakarta, adalah hasil kerja keras mereka. Untuk itu, mereka menagih janji sekaligus memberikan pressure kepada SBY yang diperkirakan akan memenangkan pilpres.
Tidak hanya itu, mereka juga menggertak : akan memutar haluan memilih Mega bila aspirasinya tidak diakomodasi.
Perlu juga diketahui, jumlah keturunan Cina di Indonesia – sebagaimana disampaikan Duta Besar RI untuk Cina, Sudrajat– berjumlah lebih dari 10 juta orang. Dengan demikian, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keturunan Cina terbesar di dunia selain RRC. Oleh karena itu, untuk mempererat hubungan budaya, dalam memperingati Tahun Baru Imlek 2558 yang jatuh pada 18 Februari 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menghadiri perayaan Imlek nasional di Arena Pekan Raya Jakarta, 28 Februari 2007 (Kompas Senin 22 Januari 2007, hal. 2, Kilas Politik & Hukum).
Kalau terhadap penduduk berjumlah 10 juta saja SBY begitu sibuk – malah seperti terbungkuk-bungkuk– mengakomodasi aspirasinya, seharusnya terhadap jumlah penduduk yang jauh lebih besar, SBY pun mau memperlakukannya dengan lebih terhormat. Bila tidak, itu namanya diskriminasi, bahkan mendorong terjadinya tirani minoritas atas mayoritas. Juga, tidak sesuai dengan asas ke-bhineka-tunggal-ika-an atau pluralisme yang dipahami SBY selama ini.
Sekiranya sikap anti-diskriminasi dijalankan secara konsisten, mengapa terjadi politik diskriminasi pemerintahan SBY-Kalla dalam kasus Poso berdarah misalnya, dengan tidak menegakkan hukum terhadap 16 orang otak konflik Poso, sebagaimana kesaksian terpidana mati pelaku pembantaian, Tibo. Sikap SBY terhadap kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, dengan berlepas tangan dan menilai peristiwa tersebut sebagai kebiadaban luar biasa. Tetapi setelah jadi Presiden, SBY tidak melakukan apapun untuk mengatasi berbagai kekejaman di tanah air, bahkan melestarikan kekejaman yang sama di Poso terhadap masyarakat yang tidak mengerti persoalan sebenarnya.
Apabila SBY hendak bersungguh-sungguh menegakkan Pancasila dan konstitusi NKRI. Pertanyaannya, bukankah konstitusi dan Pancasila tidak melarang penegakan Syari’at Islam di lembaga negara? Mengapa pemerintahan SBY-Kalla, dari berbagai indikasi inkonstitusional, justru memerangi upaya penegakan Syari’at Islam, sebagaimana dikatakan di hadapan komunitas Cina dan Kristen di Jakarta itu? Apakah SBY-Kalla menjadi Presiden dan Wakil Presiden bagi komunitas Kristen dan Cina atau bagi rakyat Indonesia seluruhnya?
Dialog SBY Di Komunitas Cina-Kristen
Risalah Mujahidin Edisi 6 Th. I Saffar 1428 H (Maret 2007 M), hal. 37-44.
Materi dialog ini adalah hasil transkrip yang dilakukan koresponden Risalah Mujahidin, dengan sedikit editing redaksional atas pengulangan kata, agar enak dibaca dan tidak membosankan. Inilah hasilnya.
Pemandu:
Selamat sore Bapak-bapak, Ibu-ibu. Sore ini kita berjumpa dengan Bapak SBY, calon presiden RI keenam. Kita akan berbincang-bincang mengenai kasus-kasus utama yang merisaukan Bapak-bapak sebagai warga negara Republik Indonesia dari etnis Tionghoa.
Ini pak, kawan-kawan yang datang kemari ini, bapak-bapak ini, ini yang menghasilkan Partai Demokrat nomor satu pak di Jakarta. Kami juga membawa rombongan bapak dokter Yohanes. Ini, satu RS Husada semua jadi Partai Demokrat, pak. Prakteknya ditinggalkan, pak. Ada lagi pendeta Abraham. Ini yang paling gigih, pak dia.
Nah, ini bapak-bapak kita, pak RT segala macam. Lalu, Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara berhalangan. Ini person-person minta diperjuangkan. Juga kawan-kawan dari Banten, dia bikin stiker dibagikan ke desa-desa.
Kandidat Presiden SBY:
Satu Juni kita kenal sebagai lahirnya Pancasila. Oleh karena itu, pertama kali sebagai seorang kandidat tadi saya menyampaikan pidato politik, panjang… Saya ingin nanti bapak-ibu mendapatkan copy-nya, karena ini visi lengkap saya, penglihatan komprehensif saya, bagaimana Negara ini kita bangun, kita kembangkan menjadi Negara kebangsaan yang modern, yang tentunya tumbuh menjadi Negara yang makin aman dan damai, makin adil dan demokratis, dan makin sejahtera.
Ada beberapa isu yang saya angkat di situ, saya kira bapak ibu kalau membaca nanti nyaman. Karena, sejumlah isu yang menimbulkan pertanyaan sekitar pluralisme… saya angkat secara tuntas dalam pidato politik saya. Saya menganjurkan bisa di-copy dan bisa dibaca, ditelaah, karena menggambarkan komitmen saya yang tidak pernah berubah, tentang pluralisme, tentang equality before the law, tentang equality of the opportunity, tentang non discriminatic policy, dan banyak hal.
Namun sebelum saya … berguna bagi upaya saya untuk kompetisi dalam pemilihan presiden dewasa ini. Namun sebelum ke situ, ijinkan saya dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada bapak-ibu sekalian, yang telah berpartisipasi dan berkontribusi secara nyata hingga datanglah satu anugerah dari Tuhan yang patut kita syukuri, dimana Partai Demokrat di DKI Jaya ini meraih kemenangan yang tinggi.
Saya bersyukur, saya menyampaikan rasa hormat dan penghargaan kepada bapak-ibu sekalian, because you are contributing to history that we are making, history is in the making, dan bapak ibu berkontribusi, dan kalau itu tidak mengait pada partai politik atau partai Demokrat, yang bapak ibu lakukan juga telah mendorong posisi dan penampilan saya sebagai politisi dalam rangkaian proses pemilu sekarang ini.
Tuhan Yang Maha Kuasa akan membalas jasa baik dan kemudian komitmen perjuangan. Karena bapak ibu ikut berjuang, tentunya lebih dari pantas nanti untuk juga ikut bersama-sama mengelola kehidupan negara kita di waktu yang akan datang, bukan hanya lima tahun mendatang, tapi insyaallah untuk periode yang lebih panjang lagi.
Terimalah sekali lagi ucapan terimakasih, penghormatan dan penghargaan saya yang tulus. Persahabatan ini harus abadi, bukan hanya kepentingan politik sesaat, tapi pertemuan antara anak bangsa yang begitu perduli pada nasib dan masa depan kita. Itulah yang ingin saya sampaikan. Dan menyangkut visi politik saya, sudah sangat gamblang, baik itu di bidang keamanan dan perdamaian (peace), di bidang keadilan dan demokrasi (justice & democracy), dan di bidang kesejahteraan rakyat (prosperity). Saya tidak ingin menyampaikan secara panjang lebar, mari kita berdialog saja supaya kita bisa sama-sama memikirkan masalah-masalah yang krusial, masalah-masalah yang fundamental, yang tentu menjadi bagian dari kebersamaan kita membangun hari esok yang lebih baik. Saya kira demikian yang dapat saya sampaikan, dan saya persilahkan bapak-ibu sekalian, mohon untuk dipandu untuk bisa berdialog langsung dengan saya, kami persilahkan.
Interaktif
Wakil Kristen:
Terimakasih pak SBY, kami diberi kesempatan, yaitu kami akan menanyakan, sebelumnya memang kami sudah sepakat dari golongan Kristen yaitu mengunggulkan pak SBY, dan sudah kelihatan dimenangkan Partai Demokrat, yaitu semua suara orang Kristen masuk, hampir semua pak masuk ke partai Demokrat. Kami sudah sepakat, dan itu sudah terjadi, dan sekarang pun kami sudah sepakat, orang Kristen bukan hanya di Jakarta, tapi seluruh Indonesia untuk menggolkan pak SBY menjadi Presiden. Tetapi setelah terjadi berita di Koran Kompas tanggal 18, mereka sepakat kembali memutar balik untuk masuk ke Ibu Mega…
SBY:
Mohon maaf ya, politik yang keras dan kejam, bukan hanya isu ini yang menimpa saya, ratusan SMS, selebaran, fitnah, itu berdatangan. Saya diisukan di komunitas Islam sebagai orang yang sangat pro Kristen, buktinya partai Demokrat calegnya Kristen, sedikit yang Islam. Dan para Kiai, para Santri pimpinan Pondok Pesantren sudah termakan dengan isu ini. Bahkan orang yang mengenal saya sebagai seorang pluralis, seorang nasionalis, pun sudah ikut terpengaruh.
Di pihak kalangan Kristen, teman-teman semua, itu diisukan bahwa SBY setuju dengan syari’at Islam, dan tentu membahayakan pluralisme dan kemajemukan. Jadi, harapannya dibenci oleh komunitas Islam dan juga dibenci oleh komunitas non Islam. Saya sampaikan bahwa, semua itu adalah bagian dari character assasination terhadap saya.
Mereka tahu SBY itu kekuatannya bukan di mesin politik, karena barangkali kalah dengan PDI Perjuangan maupun Golkar yang dimiliki Bu Mega dan Pak Wiranto. SBY kekuatannya bukan pada financial capable, jauh dibandingkan mereka-mereka yang punya bantuan dana atau punya dana yang besar. SBY kekuatannya adalah pada dukungan publik. Itulah yang akan dihantam, menghancurkan image, menghancurkan citra bahwa SBY dangerous kepada Islam, kepada Kristen dangerous, kepada Katolik dangerous, dan sebagainya.
Menolak Syari’at Islam
Saya terus terang, sebagai manusia biasa, accepted, pengaruh itu sebagian sudah masuk dan sudah dianggap sebagai kepercayaan. Jadi, saya dibenci oleh komunitas Islam, dan saya juga dibenci oleh komunitas non Islam. To certain degree, it’s succeed, berhasil. Meskipun saya masih percaya kepada kebenaran dan keadilan yang diturunkan oleh Tuhan. Meskipun dihantam seperti itu, tetapi jajak pendapat di Kompas, di polling LSI, IVEST dan segala macam, tidak menunjukkan perubahan yang sangat dramatis.
Yang terakhir, saya diberi tahu tiga malam yang lalu, LSI, sebelumya IVEST, memang bergerak terus ini namanya dukungan rakyat itu. Pak Hamzah Haz di situ didukung 5 persen, pak Amien Rais didukung 9 persen, Ibu Mega pertama kali kalah dengan pak Wiranto karena ibu Mega didukung 13 persen, kemudian pak Wiranto naik tajam sekarang mendapatkan dukungan 16 persen, dan saya alhamdulillah masih mendapat dukungan 49 persen.
Meskipun penghancuran karakter itu berjalan terus, tetapi tidak semua bisa dipengaruhi. Saya mohon kepada Yang Maha Kuasa, sahabat-sahabat saya, bapak-ibu saudara saya yang di ruangan ini, termasuk yang tidak mudah dipengaruhi dengan berita-berita seperti itu. Tidak benar saya bersetuju dengan syari’at Islam dimasukkan dalam tata kehidupan kita, utamanya mengubah pembukaan Undang-undang Dasar 1945, seolah-olah seperti Piagam Jakarta, dan seolah-olah menggantikan hukum nasional yang berlaku.
Penjelasan saya ini sudah saya sampaikan di Singapura pada tanggal 26, waktu saya bicara di forum yang besar, dihadiri oleh masyarakat Singapura dan masyarakat internasional, dan kemudian sudah diliput oleh The Strait Times, kemudian ini saya baru lihat (harian) Merdeka (dengan judul) SBY Klirkan Soal Isu Syari’at Islam, besar-besar. Sesungguhnya begini. Ini saya buka saja, ya. Dalam koalisi itu selalu ada pertautan, siapa yang meng-endorce saya. Waktu itu, ada beberapa partai yang mau meng-endorce saya. Yang sudah berkomunikasi… PKB. Yang kedua, PKP Indonesia (PKPI). Tentu Partai Demokrat sendiri. Terus ada beberapa partai yang masih in process itu, termasuk PBB.
Ketika makin manifest, makin menjadi realitas, maka ada pertanyaan yang krusial yang diajukan teman-teman di PKP Indonesia dan juga di Demokrat, dan saya sendiri, kepada pak Yusril Ihza Mahendra tentang isu syari’at Islam: “pak Yusril, ini ada kekhawatiran dari pak Edi Sudrajat, dari kami yang di Demokrat, dari PKP Indonesia, tentang ketidak-jelasan bagaimana sih Partai Bulan Bintang kaitannya dengan syari’at Islam?”
Pak Yusril menjelaskan kepada saya dan kepada pak Yusuf Kalla: “bukan begitu…, ndak ada nanti ingin menggantikan hukum nasional dengan syari’at Islam. Tidak ada kami ingin memasukkan syari’at Islam dalam Undang-undang Dasar 1945. Yang kami lakukan itu, kami ingin hukum nasional itu juga mengandungi beberapa aturan hukum yang ada, hukum adat, hukum Islam, hukum yang lain-lain. Dan itu sudah terjadi. Jadi hukum nasional kita ini kan sudah mengandungi unsur-unsur itu.” Itu penjelasan saudara Yusril Ihza Mahendra.
Atas dasar itulah dibikin satu naskah kesepakatan antara Partai Demokrat, PKP Indonesia dan partai Bulan Bintang, bahwa kebersamaan ini akan menghormati pluralisme, kemajemukan, undang-undang dasar, pembukaan, dan segala macam. Clear di situ. Nah, ternyata pernyataan dari mereka: SBY setuju tentang syari’at Islam. Itu sebenarnya, SBY mengerti segala apa yang dijelaskan oleh saudara Yusril Ihza Mahendra. Oleh karena itulah ketika saya dengar memang pak Ka’ban mengeluarkan statement, langsung dibantah oleh pak Yusril Ihza Mahendra, bahwa tidak seperti itu. Jadi, ini yang betul, bahwa komitmen saya terhadap: satu, Pancasila; kedua, UUD 1945; ketiga, NKRI; keempat, kemajemukan, pluralisme, kebhinneka-tunggal-ikaan, itu final.
Baca, bapak-ibu, pidato politik saya hari ini. Baca. Sangat gamblang di situ. Bahkan saya maju lebih jauh lagi, yang diskriminatif harus dihapus, aturan-aturan yang membedakan warga negara keturunan dengan yang bukan keturunan harus dihapus, karena ini, perbedaan perlakuan harus ditiadakan. Ini komitmen saya.
Saya ambil resiko, mungkin ada yang pro dan kontra Tapi saya seorang pluralis dan saya tidak bisa menerima –dalam kepemimpinan saya nanti, kalau saya terpilih menjadi presiden– tindakan atau kebijakan yang diskriminatif. Bapak-ibu bisa lihat nanti, bagaimana perkembangan Negara kita kalau saya mendapat mandat untuk memerintah.
Pertanyaan bapak Pendeta jelas sekali. Bagaimana caranya? Kabarkan kepada mereka: “tidak benar SBY bersetuju syari’at Islam menggantikan hukum nasional, dan syari’at Islam akan dimasukkan dalam pembukaan UUD. Komitmen SBY pada pluralisme final.” Itu yang pertama.
Yang kedua, sampaikan: “SBY ini di komunitas Islam dikatakan pro Kristen, pro minoritas. Oleh karena itu, lihat caleg-caleg demokrat.” Katakan, kabarkan seperti itu: “Sementara kepada kita dikatakan SBY menyetujui syari’at Islam.” Saya yakini, bapak bilang: “saya sudah bertemu SBY, berdialog langsung, dia tetap komitmennya dan tidak pernah berubah.” Kabarkan dari hati ke hati, dari orang ke orang, dari…, silahkan. Tetapi itulah kalau saya bicara tentang kebenaran.
Pemandu:
Siapa yang ingin bertanya lagi?
SBY:
Bapak catat ini tanggal 1 Juni, omongan saya. Saya pertanggung jawabkan sore hari ini di hadapan bapak-ibu sekalian. Kalau masih ada yang ragu masalah syari’at Islam, masalah pluralisme, masalah diskriminasi dan sebagainya.
Pemandu:
Ini pak ada dari group BII, pak Johanes Sutikno. Silahkan. Ini dia bisa meng-cover banyak pak. Dia akan membawa group BII yang dengan ribuan usahanya ini supaya bisa bergabung memilih pak SBY menjadi Presiden RI 2004-2009. Silahkan, pak.
Kesetaraan Hak
Terimakasih. Nama saya Johanes Sutikno. Saya salah satu pengagum bapak. Pengagum bapak ini, karena saya mempelajari juga mendapatkan daftar riwayat hidup bapak baik dari file saya sendiri juga dari beberapa situs internet. Saya sangat respek dengan bapak, dengan gaya tutur bicara yang sangat santun, dan begitu banyak prestasi-prestasi bapak yang telah tercatat dalam riwayat hidup bapak. Tentunya kami akan sangat bersyukur, kenapa kami hadir di sini, kenapa kami katakan memilih mendukung bapak, harapan kami cuman satu, saya di sini sebagai orang yang merasa masih muda, (bangsa) 35 tahun. Saya merasa usia kami adalah usia yang sangat produktif, namun sampai dengan saat ini, sejak krisis, tidak banyak tercipta kesempatan untuk berkarya dengan baik. Bukan kami tidak ingin berkarya, kami ingin berkarya tapi situasi kurang mendukung, sehingga kalau dikatakan kami ada bisnis, itu kurang menguntungkan, bahkan kita bisa rugi. Yang kami harapkan adalah terbentuknya situasi yang sangat kondusif dan memberikan kesempatan bagi kami untuk berkarya dengan baik. Kami tidak menginginkan embel-embel, misalkan diberikan monopoli atau hal-hal yang bertentangan dengan trend dunia. Kami tidak memerlukan itu, pak. Yang kami butuhkan adalah situasi yang kondusif, dan kami mendapatkan kesetaraan hak dari semua golongan. Itu yang kami harapkan. Tentu kehadiran saya di sini, kami akan berusaha semaksimal mungkin, dan nanti bapak dapat membawa Indonesia pada situasi yang sangat kondusif dan kami dapat berkakarya dengan baik. Mungkin pada intinya seperti itu, pak. Terimakasih.
SBY:
Terimakasih. Mengapa pengangguran masih banyak, kemiskinan masih tinggi, daya beli rakyat masih rendah, infrastruktur sudah lama tidak kita bangun dan kembangkan? Ya, karena memang sektor riel tidak tumbuh atau belum pulih kembali, karena dunia usaha belum tumbuh. Karena iklim investasi belum bagus, karena ekonomi akhirnya belum tumbuh, pendapatan nasional juga tidak tumbuh dengan signifikan, itu sebabnya. Kalau kita cerdas, maka jawabannya adalah karena pemerintah dengan kekuatan fiskal nggak mungkin bisa mengurangi pengangguran secara dramatis, mengurangi kemiskinan secara besar-besaran, meningkatkan daya beli rakyat dan sebagainya. Yang bisa bikin pengurangan-pengurangan itu, jika ekonomi kita tumbuh dan pendapatan nasional besar. Bisa besar itu kalau dunia usaha pulih dan makin berkembang. Artinya apa? Pemerinlah atau Negara harus bertanggung jawab membangun kembali iklim yang bagus, politik harus semakin stabil, keamanan harus semakin baik.
Coba orang seperti saya membikin politik stabil, keamanan makin baik, waduh militer, itu represif, itu otoritarian. Di Negara demokrasi liberal pun, politik harus stabil, kemanan harus baik, hukum harus tegak, tidak boleh ada diskriminasi. Kebijakan pajak harus baik. Jangan pajak juga slanang slumun slamet: ambil sana, ambil sini, masuk kantong sana, kantong sini, peras sana, peras sini. Kebijakan kepabeanan, perburuhan… Baik buruh maupun pengusaha itu sama-sama dilindungi. Itu adil. Karena dilindungi, usahanya tumbuh, buruhnya senang, rakyat senang. Demikian juga buruhnya dilidungi, maka dia mendapatkan hak-hak dasarnya, dia mendapatkan perlakuan yang layak.
Kemudian, desentralisasi tidak boleh memunculkan raja-raja kecil, mengeluarkan perda yang bertentangan dengan undang-undang nasional, dengan kebijakan pemerintah pusat. Dan banyak hal lagi tentunya yang harus kita bangun. Oleh karena itu, tanpa saya harus terlalu mudah berjanji, tugas bersama kita nanti dan pemerintah harus bekerja sangat keras. Iklim usaha nasional harus kita pulihkan, harus kita bangun kembali. Di situ.
Kalau saya ditanya oleh temen pengusaha, “Pak apa komitmen anda pada pengusaha?” Ya, saya pikir iklim yang bagus akan mendapatkan keadilan, semua adil, ‘kan tumbuh. Kalau tumbuh, jangan nakal, bayar pajak yang benar, bikin lapangan pekerjaan, karyawan diperhatikan dengan baik. Harus begitu. Pemerintah begitu juga. Karena mengiginkan pajak dari pengusaha, ya jangan diperas-peras pengusahanya, lindungi kalau mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan sebagainya. Demikian juga si rakyat, si tenaga kerja, anda harus mendapatkan perlindungan, nggak boleh didzolimi, harus hidup layak, nggak boleh gajinya terlalu kecil. Tapi ingat, anda harus disiplin, anda harus produktif. Anda tidak boleh ngamukan, tiba-tiba bakar sana, bakar sini, dan sebagainya. Inilah kontrak, pemerintah yang bertanggung jawab, pengusaha yang bertanggung jawab, rakyat dan juga para pekerja harus bertanggung jawab. Ini yang harus kita bangun.
Tolong dipahami, yang saya maksudkan dengan non diskriminasi itu adalah, misalnya, pajak. Kalau pengusaha keturunan, pajaknya lebih besar. Kalau pengusaha bukan keturunan, lebih kecil. Itu tidak boleh. Harus sama. Jadi kalau ukuran usahanya itu outputnya sama, maka pajaknya harus sama. Kecil, pajaknya kecil. Besar, pajaknya besar. Itu namanya adil. Tetapi begini, kalau terhadap rakyat miskin, golongan ekonomi lemah, maka tentu harus ada keberpihakan. Jadi, keberpihakan pemerintah tidak boleh dibedakan karena ras, karena agama, karena suku, karena daerah. Tapi dibedakan barangkali karena kasihan dia makan sehari-hari pun tidak bisa, berobat tidak bisa, menyekolahkan anak tidak bisa, mereka diperlukan perlindungan, yang miskin itu bukan hanya Melayu, bukan hanya orang Jawa, bukan hanya orang Batak, mungkin orang warga keturunan juga ada yang miskin. Sama perlakuannya. Itu namanya adil. Ini yang saya pikir. Insyaallah akan saya jalankan kalau saya terpilih nanti.
Itu namanya affirmative action. Di negara manapun ada. Di Amerika ada. Black itu mendapatkan affirmative action di Amerika Serikat versus White. Orang miskin yang kebetulan kulitnya putih juga sama perlakuannya. Itu yang saya maksudkan. Oleh karena itu, ya kalau nanti saya bikin charity, orang yang kaya, kaya itu bisa orang keturunan, warga nggak keturunan, Tionghoa, bisa Melayu, bisa keturunan India, bisa keturunan Arab, whatever yang kaya, dan saya mintakan kalau bisa bantulah pendidikan, bantulah puskesmas. Itu harus dianggap sebagai kepedulian dan tanggung jawab sosial. Tetapi saya minta kepada pemerintah, jangan orang-orang kaya dijadikan sapi perahan. Daripada diperah oleh penguasa, oleh pemerintah, ya kalau ada kelebihan, bantu rakyat kecil dengan pendidikan tadi, dengan kesehatan. Itu fair. Dikelola dengan baik.
Sebenarnya, dulu pak Harto punya yayasan tujuannya itu. Tapi barangkali kritiknya karena di yayasan itu kan ada campurtangan beliau, ada campurtangan barangkali keluarga dekat dan segala macam, akhirnya dicurigai wah itu korupsi, itu untuk kepentingan pribadi. Kalau nanti ada charity seperti itu, Presiden tidak boleh ikut-ikutan, sama sekali, tidak ada sentuhan. Zero. Sehingga tidak perlu wah ini presidennya korupsi, presidennya ikut ngatur. Ya kalau mereka membantu orang kecil, mengapa tidak? Tapi harus fair. Orang kaya bisa membantu orang kecil, karena tidak diganggu-ganggu, tidak digergaji, diperas sana, peras sini. Harus begitu aturan mainnya yang ada nanti. Jadi, please, sabar sedikit. Makin pulih ekonomi kita, makin luas.
Mohon maaf, ya, kemarin saya di Singapur, saya ketemu dengan teman-teman kita. Saya ketemu Lee Kuan Yeuw, beliau yang minta ketemu saya, Goh Cok Tong, BG Lee, menteri pertahanan Tio namanya, menteri industri dan perdagangan George Yeow, beliau berharap Indonesia tumbuh kembali. Indonesia tumbuh, Singapura senang. Saya ketemu dengan teman-teman Jepang, termasuk duta besarnya. Tadi baru saja Dubes Amerika ketemu saya. Dunia Barat pun senang kalau Indonesia tumbuh kembali, ekonominya maju, usahanya maju, aman, bebas dari terorisme, dan segala macam, ya untuk kita semua. Kalau kita bisa seperti itu, kan alangkah bangganya. Lama kita tidak lagi memimpin ASEAN. Dianggap sebagai, “ah ini bermasalah.” One day, saatnya akan tiba nanti, kita menjadi big brother di ASEAN. Harus. Saatnya tiba nanti, Indonesia dikenal oleh dunia sebagai peace keeper.
Saya pernah di Bosnia, diberikan apresiasi. Tapi karena krisis, kita repot. Mari kita segera keluar dari krisis, hentikan saling salah menyalahkan, tuding menuding, curiga mencurigai, bersatu kembali melangkah ke depan. Kita tampil secara terhormat di dunia internasional, kita tampil mengatasi persoalan di dalam negeri kita. Saya kira begitu komentar saya kepada Johanes Sutikno.
Tragedi Mei
Pertanyaan:
Nama saya Wie Tiong Han. Saya mengagumi bapak sejak jadi Pangdam II Sriwijaya. Jadi dalam rangka menggalang dukungan untuk bapak, saya dan rekan-rekan mendirikan Lembaga Komunitas Independen SBY. Saat ini sedang ada di 15 Propinsi. Dalam mensosialisasikan dukungan kepada bapak, banyak pertanyaan, pak, khususnya dari kalangan etnis Tionghoa. Yaitu, mereka tidak mempersoalkan keterlibatan bapak dalam peristiwa Mei, tetapi mereka mempertanyakan bagaimana perasaan bapak melihat hal itu, dan apa komitmen bapak supaya hal itu tidak terulang lagi? Sekian, terimakasih.
SBY:
Baik. Ada rekaman saya, ketika terjadi tragedi Mei. Teman-teman saya di Jawa Timur pernah mendengar statement saya, yang saya sangat marah waktu itu terjadinya tragedi Mei. Kebetulan saya dulu Kasospol, saya bukan Panglima TNI, saya bukan Kasum, saya bukan Asops, saya bukan Pangdam, Kapolda yang mengelola pasukan atau operasional. Kasospol dulu itu reformasi. Saya kira bapak-ibu ingat waktu saya memimpin reformasi dari awal selama dua tahun. Itulah dunia saya dulu. Tapi meskipun saya tidak menangani masalah operasional, waktu itu, itu suatu sejarah kelam yang tidak boleh terjadi lagi di negara kita. Jangan pernah terjadi lagi tragedi Mei. Hancur martabat kita di mata dunia. Hancur kebersamaan kita sebagai bangsa. Never ever. Kalau saya pernah ke Jepang, dia bilang, Hiroshima never again. Kemudian saya datang ke Amerika, ke Hawaii, saya mendapat kesan, no more Pearlharbour. Jadi itu sejarah-sejarah kelam yang terjadi pada perang dunia kedua.
Kalau saya, pertama-tama yang kita petik, jangan pernah terjadi peristiwa Mei: benturan antar kita yang keluar dari harkat, martabat kehidupan sebuah bangsa yang beradab. Itu yang pertama. Yang kedua, jadilah pelajaran untuk tidak mendiskriminasi di antara kita, untuk tidak saling curiga mencurigai, lihat-melihat dan seterusnya. Yang ketiga, sebenarnya ketua harus bertanggung jawab, kan begitu. Yah, ini masalah keadilan sejarah. Menurut saya suatu saat harus ada pertanggung jawaban sejarah. Siapa? Kalau misalkan situasi…
Fenomena penolakan Syari’at Islam di lembaga negara, agaknya sudah sejak lama penggelayut di hati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tidak mengherankan, bila ternyata agenda pemerintahan SBY-JK banyak mengabaikan aspirasi umat Islam. Fakta bahwa SBY anti Syari’at Islam, diperoleh Risalah Mujahidin dari rekaman CD dialog antara (kandidat) Presiden RI ke-6 dengan sejumlah komunitas keturunan Cina (dan tokoh Kristen-Katholik). Dialog tersebut berlangsung di Hotel Reagent, Jakata, pada tanggal 1 Juni 2004. Sekadar menyegarkan ingatan, Pemilu Legislatif berlangsung pada 5 April 2004, sedangkan pilpres putaran pertama berlangsung 5 Juli 2004, dan pilpres putaran kedua berlangsung pada 20 September 2004. SBY-Kalla dilantik sebagai Presiden RI ke-6 Oktober 2004. DIALOG antara SBY dengan komunitas keturunan Cina yang berlangsung 1 Juni 2004, berarti terjadi setelah pemilu legislatif, dan pilpres putaran pertama berlangsung sebulan kemudian.
Bisa disimpulkan, komunitas Cina yang berdialog dengan SBY sebagai kandidat Presiden RI ke-6 kala itu, adalah Cina non Muslim. Karena, masalah utama yang mereka tanyakan adalah berkenaan dengan komitmen SBY seputar penerapan Syari’at Islam. Dan SBY secara tegas memposisikan diri sebagai pluralis dan nasionalis yang tidak setuju Syari’at Islam.
Dari dialog ini juga muncul kesan, bahwa PBB pimpinan Yusril Ihza Mahendra (kala itu, kini dipimpin MS Ka’ban), juga berada dalam posisi yang sama dengan SBY, yaitu menolak Syari’at Islam. Oleh karena itu, bisa dimengerti mengapa PBB pada pemilu 5 April 2004, perolehan suaranya terus menurun dibanding lima tahun sebelumnya.
Komunitas Cina yang berdialog dengan SBY kala itu, dicitrakan dari kalangan pengusaha, yang sangat berpengaruh di dalam roda perekonomian nasional. Mereka, tokoh Cina (dan tokoh Kristen-Katholik), memberikan kesan bahwa keberhasilan Partai Demokrat, terutama di Jakarta, adalah hasil kerja keras mereka. Untuk itu, mereka menagih janji sekaligus memberikan pressure kepada SBY yang diperkirakan akan memenangkan pilpres.
Tidak hanya itu, mereka juga menggertak : akan memutar haluan memilih Mega bila aspirasinya tidak diakomodasi.
Perlu juga diketahui, jumlah keturunan Cina di Indonesia – sebagaimana disampaikan Duta Besar RI untuk Cina, Sudrajat– berjumlah lebih dari 10 juta orang. Dengan demikian, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keturunan Cina terbesar di dunia selain RRC. Oleh karena itu, untuk mempererat hubungan budaya, dalam memperingati Tahun Baru Imlek 2558 yang jatuh pada 18 Februari 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menghadiri perayaan Imlek nasional di Arena Pekan Raya Jakarta, 28 Februari 2007 (Kompas Senin 22 Januari 2007, hal. 2, Kilas Politik & Hukum).
Kalau terhadap penduduk berjumlah 10 juta saja SBY begitu sibuk – malah seperti terbungkuk-bungkuk– mengakomodasi aspirasinya, seharusnya terhadap jumlah penduduk yang jauh lebih besar, SBY pun mau memperlakukannya dengan lebih terhormat. Bila tidak, itu namanya diskriminasi, bahkan mendorong terjadinya tirani minoritas atas mayoritas. Juga, tidak sesuai dengan asas ke-bhineka-tunggal-ika-an atau pluralisme yang dipahami SBY selama ini.
Sekiranya sikap anti-diskriminasi dijalankan secara konsisten, mengapa terjadi politik diskriminasi pemerintahan SBY-Kalla dalam kasus Poso berdarah misalnya, dengan tidak menegakkan hukum terhadap 16 orang otak konflik Poso, sebagaimana kesaksian terpidana mati pelaku pembantaian, Tibo. Sikap SBY terhadap kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, dengan berlepas tangan dan menilai peristiwa tersebut sebagai kebiadaban luar biasa. Tetapi setelah jadi Presiden, SBY tidak melakukan apapun untuk mengatasi berbagai kekejaman di tanah air, bahkan melestarikan kekejaman yang sama di Poso terhadap masyarakat yang tidak mengerti persoalan sebenarnya.
Apabila SBY hendak bersungguh-sungguh menegakkan Pancasila dan konstitusi NKRI. Pertanyaannya, bukankah konstitusi dan Pancasila tidak melarang penegakan Syari’at Islam di lembaga negara? Mengapa pemerintahan SBY-Kalla, dari berbagai indikasi inkonstitusional, justru memerangi upaya penegakan Syari’at Islam, sebagaimana dikatakan di hadapan komunitas Cina dan Kristen di Jakarta itu? Apakah SBY-Kalla menjadi Presiden dan Wakil Presiden bagi komunitas Kristen dan Cina atau bagi rakyat Indonesia seluruhnya?
Dialog SBY Di Komunitas Cina-Kristen
Risalah Mujahidin Edisi 6 Th. I Saffar 1428 H (Maret 2007 M), hal. 37-44.
Materi dialog ini adalah hasil transkrip yang dilakukan koresponden Risalah Mujahidin, dengan sedikit editing redaksional atas pengulangan kata, agar enak dibaca dan tidak membosankan. Inilah hasilnya.
Pemandu:
Selamat sore Bapak-bapak, Ibu-ibu. Sore ini kita berjumpa dengan Bapak SBY, calon presiden RI keenam. Kita akan berbincang-bincang mengenai kasus-kasus utama yang merisaukan Bapak-bapak sebagai warga negara Republik Indonesia dari etnis Tionghoa.
Ini pak, kawan-kawan yang datang kemari ini, bapak-bapak ini, ini yang menghasilkan Partai Demokrat nomor satu pak di Jakarta. Kami juga membawa rombongan bapak dokter Yohanes. Ini, satu RS Husada semua jadi Partai Demokrat, pak. Prakteknya ditinggalkan, pak. Ada lagi pendeta Abraham. Ini yang paling gigih, pak dia.
Nah, ini bapak-bapak kita, pak RT segala macam. Lalu, Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara berhalangan. Ini person-person minta diperjuangkan. Juga kawan-kawan dari Banten, dia bikin stiker dibagikan ke desa-desa.
Kandidat Presiden SBY:
Satu Juni kita kenal sebagai lahirnya Pancasila. Oleh karena itu, pertama kali sebagai seorang kandidat tadi saya menyampaikan pidato politik, panjang… Saya ingin nanti bapak-ibu mendapatkan copy-nya, karena ini visi lengkap saya, penglihatan komprehensif saya, bagaimana Negara ini kita bangun, kita kembangkan menjadi Negara kebangsaan yang modern, yang tentunya tumbuh menjadi Negara yang makin aman dan damai, makin adil dan demokratis, dan makin sejahtera.
Ada beberapa isu yang saya angkat di situ, saya kira bapak ibu kalau membaca nanti nyaman. Karena, sejumlah isu yang menimbulkan pertanyaan sekitar pluralisme… saya angkat secara tuntas dalam pidato politik saya. Saya menganjurkan bisa di-copy dan bisa dibaca, ditelaah, karena menggambarkan komitmen saya yang tidak pernah berubah, tentang pluralisme, tentang equality before the law, tentang equality of the opportunity, tentang non discriminatic policy, dan banyak hal.
Namun sebelum saya … berguna bagi upaya saya untuk kompetisi dalam pemilihan presiden dewasa ini. Namun sebelum ke situ, ijinkan saya dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada bapak-ibu sekalian, yang telah berpartisipasi dan berkontribusi secara nyata hingga datanglah satu anugerah dari Tuhan yang patut kita syukuri, dimana Partai Demokrat di DKI Jaya ini meraih kemenangan yang tinggi.
Saya bersyukur, saya menyampaikan rasa hormat dan penghargaan kepada bapak-ibu sekalian, because you are contributing to history that we are making, history is in the making, dan bapak ibu berkontribusi, dan kalau itu tidak mengait pada partai politik atau partai Demokrat, yang bapak ibu lakukan juga telah mendorong posisi dan penampilan saya sebagai politisi dalam rangkaian proses pemilu sekarang ini.
Tuhan Yang Maha Kuasa akan membalas jasa baik dan kemudian komitmen perjuangan. Karena bapak ibu ikut berjuang, tentunya lebih dari pantas nanti untuk juga ikut bersama-sama mengelola kehidupan negara kita di waktu yang akan datang, bukan hanya lima tahun mendatang, tapi insyaallah untuk periode yang lebih panjang lagi.
Terimalah sekali lagi ucapan terimakasih, penghormatan dan penghargaan saya yang tulus. Persahabatan ini harus abadi, bukan hanya kepentingan politik sesaat, tapi pertemuan antara anak bangsa yang begitu perduli pada nasib dan masa depan kita. Itulah yang ingin saya sampaikan. Dan menyangkut visi politik saya, sudah sangat gamblang, baik itu di bidang keamanan dan perdamaian (peace), di bidang keadilan dan demokrasi (justice & democracy), dan di bidang kesejahteraan rakyat (prosperity). Saya tidak ingin menyampaikan secara panjang lebar, mari kita berdialog saja supaya kita bisa sama-sama memikirkan masalah-masalah yang krusial, masalah-masalah yang fundamental, yang tentu menjadi bagian dari kebersamaan kita membangun hari esok yang lebih baik. Saya kira demikian yang dapat saya sampaikan, dan saya persilahkan bapak-ibu sekalian, mohon untuk dipandu untuk bisa berdialog langsung dengan saya, kami persilahkan.
Interaktif
Wakil Kristen:
Terimakasih pak SBY, kami diberi kesempatan, yaitu kami akan menanyakan, sebelumnya memang kami sudah sepakat dari golongan Kristen yaitu mengunggulkan pak SBY, dan sudah kelihatan dimenangkan Partai Demokrat, yaitu semua suara orang Kristen masuk, hampir semua pak masuk ke partai Demokrat. Kami sudah sepakat, dan itu sudah terjadi, dan sekarang pun kami sudah sepakat, orang Kristen bukan hanya di Jakarta, tapi seluruh Indonesia untuk menggolkan pak SBY menjadi Presiden. Tetapi setelah terjadi berita di Koran Kompas tanggal 18, mereka sepakat kembali memutar balik untuk masuk ke Ibu Mega…
SBY:
Mohon maaf ya, politik yang keras dan kejam, bukan hanya isu ini yang menimpa saya, ratusan SMS, selebaran, fitnah, itu berdatangan. Saya diisukan di komunitas Islam sebagai orang yang sangat pro Kristen, buktinya partai Demokrat calegnya Kristen, sedikit yang Islam. Dan para Kiai, para Santri pimpinan Pondok Pesantren sudah termakan dengan isu ini. Bahkan orang yang mengenal saya sebagai seorang pluralis, seorang nasionalis, pun sudah ikut terpengaruh.
Di pihak kalangan Kristen, teman-teman semua, itu diisukan bahwa SBY setuju dengan syari’at Islam, dan tentu membahayakan pluralisme dan kemajemukan. Jadi, harapannya dibenci oleh komunitas Islam dan juga dibenci oleh komunitas non Islam. Saya sampaikan bahwa, semua itu adalah bagian dari character assasination terhadap saya.
Mereka tahu SBY itu kekuatannya bukan di mesin politik, karena barangkali kalah dengan PDI Perjuangan maupun Golkar yang dimiliki Bu Mega dan Pak Wiranto. SBY kekuatannya bukan pada financial capable, jauh dibandingkan mereka-mereka yang punya bantuan dana atau punya dana yang besar. SBY kekuatannya adalah pada dukungan publik. Itulah yang akan dihantam, menghancurkan image, menghancurkan citra bahwa SBY dangerous kepada Islam, kepada Kristen dangerous, kepada Katolik dangerous, dan sebagainya.
Menolak Syari’at Islam
Saya terus terang, sebagai manusia biasa, accepted, pengaruh itu sebagian sudah masuk dan sudah dianggap sebagai kepercayaan. Jadi, saya dibenci oleh komunitas Islam, dan saya juga dibenci oleh komunitas non Islam. To certain degree, it’s succeed, berhasil. Meskipun saya masih percaya kepada kebenaran dan keadilan yang diturunkan oleh Tuhan. Meskipun dihantam seperti itu, tetapi jajak pendapat di Kompas, di polling LSI, IVEST dan segala macam, tidak menunjukkan perubahan yang sangat dramatis.
Yang terakhir, saya diberi tahu tiga malam yang lalu, LSI, sebelumya IVEST, memang bergerak terus ini namanya dukungan rakyat itu. Pak Hamzah Haz di situ didukung 5 persen, pak Amien Rais didukung 9 persen, Ibu Mega pertama kali kalah dengan pak Wiranto karena ibu Mega didukung 13 persen, kemudian pak Wiranto naik tajam sekarang mendapatkan dukungan 16 persen, dan saya alhamdulillah masih mendapat dukungan 49 persen.
Meskipun penghancuran karakter itu berjalan terus, tetapi tidak semua bisa dipengaruhi. Saya mohon kepada Yang Maha Kuasa, sahabat-sahabat saya, bapak-ibu saudara saya yang di ruangan ini, termasuk yang tidak mudah dipengaruhi dengan berita-berita seperti itu. Tidak benar saya bersetuju dengan syari’at Islam dimasukkan dalam tata kehidupan kita, utamanya mengubah pembukaan Undang-undang Dasar 1945, seolah-olah seperti Piagam Jakarta, dan seolah-olah menggantikan hukum nasional yang berlaku.
Penjelasan saya ini sudah saya sampaikan di Singapura pada tanggal 26, waktu saya bicara di forum yang besar, dihadiri oleh masyarakat Singapura dan masyarakat internasional, dan kemudian sudah diliput oleh The Strait Times, kemudian ini saya baru lihat (harian) Merdeka (dengan judul) SBY Klirkan Soal Isu Syari’at Islam, besar-besar. Sesungguhnya begini. Ini saya buka saja, ya. Dalam koalisi itu selalu ada pertautan, siapa yang meng-endorce saya. Waktu itu, ada beberapa partai yang mau meng-endorce saya. Yang sudah berkomunikasi… PKB. Yang kedua, PKP Indonesia (PKPI). Tentu Partai Demokrat sendiri. Terus ada beberapa partai yang masih in process itu, termasuk PBB.
Ketika makin manifest, makin menjadi realitas, maka ada pertanyaan yang krusial yang diajukan teman-teman di PKP Indonesia dan juga di Demokrat, dan saya sendiri, kepada pak Yusril Ihza Mahendra tentang isu syari’at Islam: “pak Yusril, ini ada kekhawatiran dari pak Edi Sudrajat, dari kami yang di Demokrat, dari PKP Indonesia, tentang ketidak-jelasan bagaimana sih Partai Bulan Bintang kaitannya dengan syari’at Islam?”
Pak Yusril menjelaskan kepada saya dan kepada pak Yusuf Kalla: “bukan begitu…, ndak ada nanti ingin menggantikan hukum nasional dengan syari’at Islam. Tidak ada kami ingin memasukkan syari’at Islam dalam Undang-undang Dasar 1945. Yang kami lakukan itu, kami ingin hukum nasional itu juga mengandungi beberapa aturan hukum yang ada, hukum adat, hukum Islam, hukum yang lain-lain. Dan itu sudah terjadi. Jadi hukum nasional kita ini kan sudah mengandungi unsur-unsur itu.” Itu penjelasan saudara Yusril Ihza Mahendra.
Atas dasar itulah dibikin satu naskah kesepakatan antara Partai Demokrat, PKP Indonesia dan partai Bulan Bintang, bahwa kebersamaan ini akan menghormati pluralisme, kemajemukan, undang-undang dasar, pembukaan, dan segala macam. Clear di situ. Nah, ternyata pernyataan dari mereka: SBY setuju tentang syari’at Islam. Itu sebenarnya, SBY mengerti segala apa yang dijelaskan oleh saudara Yusril Ihza Mahendra. Oleh karena itulah ketika saya dengar memang pak Ka’ban mengeluarkan statement, langsung dibantah oleh pak Yusril Ihza Mahendra, bahwa tidak seperti itu. Jadi, ini yang betul, bahwa komitmen saya terhadap: satu, Pancasila; kedua, UUD 1945; ketiga, NKRI; keempat, kemajemukan, pluralisme, kebhinneka-tunggal-ikaan, itu final.
Baca, bapak-ibu, pidato politik saya hari ini. Baca. Sangat gamblang di situ. Bahkan saya maju lebih jauh lagi, yang diskriminatif harus dihapus, aturan-aturan yang membedakan warga negara keturunan dengan yang bukan keturunan harus dihapus, karena ini, perbedaan perlakuan harus ditiadakan. Ini komitmen saya.
Saya ambil resiko, mungkin ada yang pro dan kontra Tapi saya seorang pluralis dan saya tidak bisa menerima –dalam kepemimpinan saya nanti, kalau saya terpilih menjadi presiden– tindakan atau kebijakan yang diskriminatif. Bapak-ibu bisa lihat nanti, bagaimana perkembangan Negara kita kalau saya mendapat mandat untuk memerintah.
Pertanyaan bapak Pendeta jelas sekali. Bagaimana caranya? Kabarkan kepada mereka: “tidak benar SBY bersetuju syari’at Islam menggantikan hukum nasional, dan syari’at Islam akan dimasukkan dalam pembukaan UUD. Komitmen SBY pada pluralisme final.” Itu yang pertama.
Yang kedua, sampaikan: “SBY ini di komunitas Islam dikatakan pro Kristen, pro minoritas. Oleh karena itu, lihat caleg-caleg demokrat.” Katakan, kabarkan seperti itu: “Sementara kepada kita dikatakan SBY menyetujui syari’at Islam.” Saya yakini, bapak bilang: “saya sudah bertemu SBY, berdialog langsung, dia tetap komitmennya dan tidak pernah berubah.” Kabarkan dari hati ke hati, dari orang ke orang, dari…, silahkan. Tetapi itulah kalau saya bicara tentang kebenaran.
Pemandu:
Siapa yang ingin bertanya lagi?
SBY:
Bapak catat ini tanggal 1 Juni, omongan saya. Saya pertanggung jawabkan sore hari ini di hadapan bapak-ibu sekalian. Kalau masih ada yang ragu masalah syari’at Islam, masalah pluralisme, masalah diskriminasi dan sebagainya.
Pemandu:
Ini pak ada dari group BII, pak Johanes Sutikno. Silahkan. Ini dia bisa meng-cover banyak pak. Dia akan membawa group BII yang dengan ribuan usahanya ini supaya bisa bergabung memilih pak SBY menjadi Presiden RI 2004-2009. Silahkan, pak.
Kesetaraan Hak
Terimakasih. Nama saya Johanes Sutikno. Saya salah satu pengagum bapak. Pengagum bapak ini, karena saya mempelajari juga mendapatkan daftar riwayat hidup bapak baik dari file saya sendiri juga dari beberapa situs internet. Saya sangat respek dengan bapak, dengan gaya tutur bicara yang sangat santun, dan begitu banyak prestasi-prestasi bapak yang telah tercatat dalam riwayat hidup bapak. Tentunya kami akan sangat bersyukur, kenapa kami hadir di sini, kenapa kami katakan memilih mendukung bapak, harapan kami cuman satu, saya di sini sebagai orang yang merasa masih muda, (bangsa) 35 tahun. Saya merasa usia kami adalah usia yang sangat produktif, namun sampai dengan saat ini, sejak krisis, tidak banyak tercipta kesempatan untuk berkarya dengan baik. Bukan kami tidak ingin berkarya, kami ingin berkarya tapi situasi kurang mendukung, sehingga kalau dikatakan kami ada bisnis, itu kurang menguntungkan, bahkan kita bisa rugi. Yang kami harapkan adalah terbentuknya situasi yang sangat kondusif dan memberikan kesempatan bagi kami untuk berkarya dengan baik. Kami tidak menginginkan embel-embel, misalkan diberikan monopoli atau hal-hal yang bertentangan dengan trend dunia. Kami tidak memerlukan itu, pak. Yang kami butuhkan adalah situasi yang kondusif, dan kami mendapatkan kesetaraan hak dari semua golongan. Itu yang kami harapkan. Tentu kehadiran saya di sini, kami akan berusaha semaksimal mungkin, dan nanti bapak dapat membawa Indonesia pada situasi yang sangat kondusif dan kami dapat berkakarya dengan baik. Mungkin pada intinya seperti itu, pak. Terimakasih.
SBY:
Terimakasih. Mengapa pengangguran masih banyak, kemiskinan masih tinggi, daya beli rakyat masih rendah, infrastruktur sudah lama tidak kita bangun dan kembangkan? Ya, karena memang sektor riel tidak tumbuh atau belum pulih kembali, karena dunia usaha belum tumbuh. Karena iklim investasi belum bagus, karena ekonomi akhirnya belum tumbuh, pendapatan nasional juga tidak tumbuh dengan signifikan, itu sebabnya. Kalau kita cerdas, maka jawabannya adalah karena pemerintah dengan kekuatan fiskal nggak mungkin bisa mengurangi pengangguran secara dramatis, mengurangi kemiskinan secara besar-besaran, meningkatkan daya beli rakyat dan sebagainya. Yang bisa bikin pengurangan-pengurangan itu, jika ekonomi kita tumbuh dan pendapatan nasional besar. Bisa besar itu kalau dunia usaha pulih dan makin berkembang. Artinya apa? Pemerinlah atau Negara harus bertanggung jawab membangun kembali iklim yang bagus, politik harus semakin stabil, keamanan harus semakin baik.
Coba orang seperti saya membikin politik stabil, keamanan makin baik, waduh militer, itu represif, itu otoritarian. Di Negara demokrasi liberal pun, politik harus stabil, kemanan harus baik, hukum harus tegak, tidak boleh ada diskriminasi. Kebijakan pajak harus baik. Jangan pajak juga slanang slumun slamet: ambil sana, ambil sini, masuk kantong sana, kantong sini, peras sana, peras sini. Kebijakan kepabeanan, perburuhan… Baik buruh maupun pengusaha itu sama-sama dilindungi. Itu adil. Karena dilindungi, usahanya tumbuh, buruhnya senang, rakyat senang. Demikian juga buruhnya dilidungi, maka dia mendapatkan hak-hak dasarnya, dia mendapatkan perlakuan yang layak.
Kemudian, desentralisasi tidak boleh memunculkan raja-raja kecil, mengeluarkan perda yang bertentangan dengan undang-undang nasional, dengan kebijakan pemerintah pusat. Dan banyak hal lagi tentunya yang harus kita bangun. Oleh karena itu, tanpa saya harus terlalu mudah berjanji, tugas bersama kita nanti dan pemerintah harus bekerja sangat keras. Iklim usaha nasional harus kita pulihkan, harus kita bangun kembali. Di situ.
Kalau saya ditanya oleh temen pengusaha, “Pak apa komitmen anda pada pengusaha?” Ya, saya pikir iklim yang bagus akan mendapatkan keadilan, semua adil, ‘kan tumbuh. Kalau tumbuh, jangan nakal, bayar pajak yang benar, bikin lapangan pekerjaan, karyawan diperhatikan dengan baik. Harus begitu. Pemerintah begitu juga. Karena mengiginkan pajak dari pengusaha, ya jangan diperas-peras pengusahanya, lindungi kalau mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan sebagainya. Demikian juga si rakyat, si tenaga kerja, anda harus mendapatkan perlindungan, nggak boleh didzolimi, harus hidup layak, nggak boleh gajinya terlalu kecil. Tapi ingat, anda harus disiplin, anda harus produktif. Anda tidak boleh ngamukan, tiba-tiba bakar sana, bakar sini, dan sebagainya. Inilah kontrak, pemerintah yang bertanggung jawab, pengusaha yang bertanggung jawab, rakyat dan juga para pekerja harus bertanggung jawab. Ini yang harus kita bangun.
Tolong dipahami, yang saya maksudkan dengan non diskriminasi itu adalah, misalnya, pajak. Kalau pengusaha keturunan, pajaknya lebih besar. Kalau pengusaha bukan keturunan, lebih kecil. Itu tidak boleh. Harus sama. Jadi kalau ukuran usahanya itu outputnya sama, maka pajaknya harus sama. Kecil, pajaknya kecil. Besar, pajaknya besar. Itu namanya adil. Tetapi begini, kalau terhadap rakyat miskin, golongan ekonomi lemah, maka tentu harus ada keberpihakan. Jadi, keberpihakan pemerintah tidak boleh dibedakan karena ras, karena agama, karena suku, karena daerah. Tapi dibedakan barangkali karena kasihan dia makan sehari-hari pun tidak bisa, berobat tidak bisa, menyekolahkan anak tidak bisa, mereka diperlukan perlindungan, yang miskin itu bukan hanya Melayu, bukan hanya orang Jawa, bukan hanya orang Batak, mungkin orang warga keturunan juga ada yang miskin. Sama perlakuannya. Itu namanya adil. Ini yang saya pikir. Insyaallah akan saya jalankan kalau saya terpilih nanti.
Itu namanya affirmative action. Di negara manapun ada. Di Amerika ada. Black itu mendapatkan affirmative action di Amerika Serikat versus White. Orang miskin yang kebetulan kulitnya putih juga sama perlakuannya. Itu yang saya maksudkan. Oleh karena itu, ya kalau nanti saya bikin charity, orang yang kaya, kaya itu bisa orang keturunan, warga nggak keturunan, Tionghoa, bisa Melayu, bisa keturunan India, bisa keturunan Arab, whatever yang kaya, dan saya mintakan kalau bisa bantulah pendidikan, bantulah puskesmas. Itu harus dianggap sebagai kepedulian dan tanggung jawab sosial. Tetapi saya minta kepada pemerintah, jangan orang-orang kaya dijadikan sapi perahan. Daripada diperah oleh penguasa, oleh pemerintah, ya kalau ada kelebihan, bantu rakyat kecil dengan pendidikan tadi, dengan kesehatan. Itu fair. Dikelola dengan baik.
Sebenarnya, dulu pak Harto punya yayasan tujuannya itu. Tapi barangkali kritiknya karena di yayasan itu kan ada campurtangan beliau, ada campurtangan barangkali keluarga dekat dan segala macam, akhirnya dicurigai wah itu korupsi, itu untuk kepentingan pribadi. Kalau nanti ada charity seperti itu, Presiden tidak boleh ikut-ikutan, sama sekali, tidak ada sentuhan. Zero. Sehingga tidak perlu wah ini presidennya korupsi, presidennya ikut ngatur. Ya kalau mereka membantu orang kecil, mengapa tidak? Tapi harus fair. Orang kaya bisa membantu orang kecil, karena tidak diganggu-ganggu, tidak digergaji, diperas sana, peras sini. Harus begitu aturan mainnya yang ada nanti. Jadi, please, sabar sedikit. Makin pulih ekonomi kita, makin luas.
Mohon maaf, ya, kemarin saya di Singapur, saya ketemu dengan teman-teman kita. Saya ketemu Lee Kuan Yeuw, beliau yang minta ketemu saya, Goh Cok Tong, BG Lee, menteri pertahanan Tio namanya, menteri industri dan perdagangan George Yeow, beliau berharap Indonesia tumbuh kembali. Indonesia tumbuh, Singapura senang. Saya ketemu dengan teman-teman Jepang, termasuk duta besarnya. Tadi baru saja Dubes Amerika ketemu saya. Dunia Barat pun senang kalau Indonesia tumbuh kembali, ekonominya maju, usahanya maju, aman, bebas dari terorisme, dan segala macam, ya untuk kita semua. Kalau kita bisa seperti itu, kan alangkah bangganya. Lama kita tidak lagi memimpin ASEAN. Dianggap sebagai, “ah ini bermasalah.” One day, saatnya akan tiba nanti, kita menjadi big brother di ASEAN. Harus. Saatnya tiba nanti, Indonesia dikenal oleh dunia sebagai peace keeper.
Saya pernah di Bosnia, diberikan apresiasi. Tapi karena krisis, kita repot. Mari kita segera keluar dari krisis, hentikan saling salah menyalahkan, tuding menuding, curiga mencurigai, bersatu kembali melangkah ke depan. Kita tampil secara terhormat di dunia internasional, kita tampil mengatasi persoalan di dalam negeri kita. Saya kira begitu komentar saya kepada Johanes Sutikno.
Tragedi Mei
Pertanyaan:
Nama saya Wie Tiong Han. Saya mengagumi bapak sejak jadi Pangdam II Sriwijaya. Jadi dalam rangka menggalang dukungan untuk bapak, saya dan rekan-rekan mendirikan Lembaga Komunitas Independen SBY. Saat ini sedang ada di 15 Propinsi. Dalam mensosialisasikan dukungan kepada bapak, banyak pertanyaan, pak, khususnya dari kalangan etnis Tionghoa. Yaitu, mereka tidak mempersoalkan keterlibatan bapak dalam peristiwa Mei, tetapi mereka mempertanyakan bagaimana perasaan bapak melihat hal itu, dan apa komitmen bapak supaya hal itu tidak terulang lagi? Sekian, terimakasih.
SBY:
Baik. Ada rekaman saya, ketika terjadi tragedi Mei. Teman-teman saya di Jawa Timur pernah mendengar statement saya, yang saya sangat marah waktu itu terjadinya tragedi Mei. Kebetulan saya dulu Kasospol, saya bukan Panglima TNI, saya bukan Kasum, saya bukan Asops, saya bukan Pangdam, Kapolda yang mengelola pasukan atau operasional. Kasospol dulu itu reformasi. Saya kira bapak-ibu ingat waktu saya memimpin reformasi dari awal selama dua tahun. Itulah dunia saya dulu. Tapi meskipun saya tidak menangani masalah operasional, waktu itu, itu suatu sejarah kelam yang tidak boleh terjadi lagi di negara kita. Jangan pernah terjadi lagi tragedi Mei. Hancur martabat kita di mata dunia. Hancur kebersamaan kita sebagai bangsa. Never ever. Kalau saya pernah ke Jepang, dia bilang, Hiroshima never again. Kemudian saya datang ke Amerika, ke Hawaii, saya mendapat kesan, no more Pearlharbour. Jadi itu sejarah-sejarah kelam yang terjadi pada perang dunia kedua.
Kalau saya, pertama-tama yang kita petik, jangan pernah terjadi peristiwa Mei: benturan antar kita yang keluar dari harkat, martabat kehidupan sebuah bangsa yang beradab. Itu yang pertama. Yang kedua, jadilah pelajaran untuk tidak mendiskriminasi di antara kita, untuk tidak saling curiga mencurigai, lihat-melihat dan seterusnya. Yang ketiga, sebenarnya ketua harus bertanggung jawab, kan begitu. Yah, ini masalah keadilan sejarah. Menurut saya suatu saat harus ada pertanggung jawaban sejarah. Siapa? Kalau misalkan situasi…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar