Rabu, 15 Juni 2011
INSHA ALLAH KATA “KAFIR” DALAM SURAT AL MAIDAH 44 BERMAKNA KUFUR AKBAR DAN BUKAN KUFRUN DUUNA KUFRIN
AL MAIDAH 44
Allah berfirman:
الْكَافِرُونَ هُمُ فَأُولَئِكَ اللَّهُ أَنْزَلَ بِمَا يَحْكُمْ لَمْ وَمَنْ
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah (syari’at islam), mereka itulah orang-orang kafir.”
(Al Maidah 44)
Ayat di atas menjelaskan tentang siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum islam dan menggunakan undang-undang buatan manusia, maka mereka tergolong orang-orang kafir.
Adapun sababun nuzul (sebab turun) ayat di atas yaitu:
“Bahwasanya didatangkan kepada Rasulullah SAW sepasang laki-laki dan perempuan Yahudi berzina, lalu Rasulullah SAW pergi sampai datang orang-orang Yahudi. Beliau bertanya kepada mereka: ‘Apa hukuman dalam Taurat bagi orang yang berzina?’ Mereka menjawab:
‘Kami hitamkan kedua wajahnya dan kami arak-arak keliling kota.’ Rasulullah SAW berkata: ’Datangkan Taurat padaku dan bacalah jika kalian benar.’ Orang-orang Yahudi pun membawa Taurat, salah seorang pemuda membacanya. Ketika sampai pada ayat rajam, pemuda itu meletakkan tangannya (untuk menutupi ayat rajam). Abdullah bin Salam berkata padanya: ’Suruh dia mengangkat tangannya!’ Maka pemuda itu mengangkat tangannya dan terdapat ayat rajam, maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk merajam kedua pezina itu, sehingga mereka dirajam. Abdullah bin Umar berkata: ’Aku termasuk orang yang ikut merajam dan aku lihat laki-laki itu melindungi perempuan itu dengan tubuhnya.’ ”
(Riwayat Imam Muslim)
Ibnu Umar mengatakan:
“Orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah SAW, mereka menceritakan ada sepasang laki-laki dan perempuan Yahudi berzina. Rasulullah bertanya: ‘Apa yang kalian dapati di Taurat tentang rajam?’ Mereka menjawab: ‘Kami cambuki dan pertontonkan mereka.’ Abdullah bin Salam berkata: ‘Kalian dusta! Sesungguhnya Taurat menyebut hukum rajam.’ Lalu mereka mendatangkan Taurat dan salah satu dari mereka membacanya dan menutupi ayat rajam dengan tangannya. Abdullah bin Salam berkata: ’Angkat tanganmu!’ Setelah tangannya diangkat, mereka berkata: ’Benar wahai Muhammad. Di dalamnya ada ayat rajam.’ Maka Rasulullah memerintahkan untuk merajam kedua pezina itu. Saya melihat laki-laki itu memiringkan badannya untuk melindungi sang perempuan dari lemparan batu.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
”Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas: ’Bahwasanya ayat-ayat ini turun berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berzina, sebagaimana disebutkan dalam hadist-hadist di depan. Dan bisa jadi dua peristiwa itu terjadi secara bersamaan dalam satu waktu, lalu ayat ini turun dengan semua peristiwa tersebut.’”
(Ibnu Katsir, dalam Umdadut Tafsir IV/148-155)
APAKAH KATA KAFIR DALAM AYAT TERSEBUT ADALAH KUFUR AKBAR ATAU KUFRUN DUUNA KUFRIN (KEKAFIRAN YANG TIDAK MEMURTADKAN PELAKUNYA DARI ISLAM)?
A. Yang berpendapat bahwa ini adalah kufrun duuna kufrin:
1. Telah mengabarkan kepada kami Hannad dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Waki’ dan telah mengabarkan kepada kami lbnu Waki’ bahwasanya dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami bapakku dari Sufyan dari Ma’mar bin Rosyid dari lbnu Thowus dari bapaknya dari lbnu Abbas rodhiallahu anhu (tentang ayat) … Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Ma‘idah : 44), dia berkata: “ini adalah kekufuran dan bukan kufur kepada Alloh, para malaikatNya, kitab-kitab-Nya, dan para rosul-Nya.”
(Tafsir At Thabari, 6/256)
2. Telah mengabarkan kepadaku Mutsanna dia berkata : Telah mengabarkan kepada kami Abdulloh bin Sholih dia berkata: Telah mengabarkan kepadaku Mu’awiyah bin Sholih dari Ali bin Abu Tholhah dari lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma tentang firman Allah … Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Al-Ma ‘idah : 44); (lbnu Abbas Rodhiyallahu anhu berkata): “Barangsiapa yang juhud (mengingkari) apa yang diturunkan oleh Alloh maka sungguh dia telah kafir, dan barangsiapa yang mengakui apa yang diturunkan oleh Alloh dan tidak berhukum dengannya maka dia zholim lagi fasik.”
(Tafsir At Thabari, 6/257)
3. Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman al-Mushili dia berkata : Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Harb dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Hisyam bin Hujair dari Thowus dari lbnu Abbas RodhiYallahu anhu dia berkata: “Dia bukanlah kekufuran yang kalian [2] katakan, sesungguhnya dia adalah kekufuran yang tidak mengeluarkan dari Islam. (Ayat yang artinya:) …. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orangorang yang kafir (Al-Ma ‘idah (51:44). ini adalah kufur duna kufrin.”
(Hakim, dalam Al- Mustadrak, 2/324)
4. Atho’ bin Abu Robah, seorang tabi’in, menyebut ayat 44-46 surat al-Ma’idah, dan berkata: “Kufrun duna kufrin (kufur kecil), fisqun duna fisqin (fasik kecil), dan zhulmun duna zhulmin (dzolim kecil)”
(Diriwayatkan oleh lbnu Jarir dalam Tafsir-nya 6/256 dan dishohihkan sanadnya oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Shohihah 6/114)
5. Thowus bin Kaisan, salah seorang tabi’in, menyebut ayat hukum dan berkata:”Bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya 6/256 dan dishohihkan sanadnya oleh Syaikh Al-Albani dalam SilsiIah Shohihah 6/114)
6. Al-Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang maksud kufur dalam ayat hukum,
maka beliau berkata : “Kekufuran yang tidak mengeluarkan dan keimanan.”
(Majmu’ Fatawa 7/254)
7. Imam Bayhaqi berkata: “Yang kami riwayatkan dari al-Imam Syafi’i dan para imam yang lainnya tentang para ahli bid’ah ini mereka maksudkan kufur duna kufrin (kufur kecil) sebagaimana dalam firman Alloh.
“Artinya : ..Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”(AI-Ma’idah : 44); lbnu Abbas Rodhiallahu anhumas berkata : Dia bukanlah kekufuran yang kalian (para Khowarij) katakan, sesungguhnya dia adalah kekufuran yang tidak mengeluarkan dari Islam. Ini adalah kufur duna kufrin.”
(Sunan Kubra, 10/207)
8. Imam Ibnu Abdil Barr berkata: “Telah datang dari lbnu Abbas Rodhiallahu anhuma bahwasanya dia berkata tentang hukum penguasa yang lancung, kufrun duna kufrin.”
(At-Tamhid, 4/237)
9. Al-Imam Qurthubi berkata: ”Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Alloh karena menolak al-Qur’an dan juhud (mengingkari) pada perkataan Rosul Shallallahu alaihi wa sallam maka dia kafir, ini adalah perkataan Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhuma dan Mujahid.”
(Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an 6/190)
10). Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah menafsirkan ayat hukum di atas dengan mengatakan: “Yaitu seorang yang menghalalkan berhukum dengan selain hukum Alloh.”
(Majmu’ Fatawa, 3/268)
B. Yang mengatakan bahwa ini adalah kufur akbar:
1. Masruq berkata:
“Aku bertanya kepada Ibnu Mas’ud tentang harta haram, apakah it termasuk suap dalam memutuskan perkara (pengadilan). Ia menjawab: ‘Bukankah barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah maka dia kafir? Akan tetapi harta haram itu adalah seseorang meminta bantuan kepadamu untuk suatu kedzaliman lalu kamu bantu dia, dan dia memberi hadiah kepadamu.’ “
(Tafsir At Thabari, 4/240)
Dalam tafsir di atas, Ibnu mas’ud menyebut kata “kafir” tanap diikuti “…duuna kufrin”. Maka kata kafir pada ayat tersebut mengandung makna kafir yang hakiki (kafir akbar).
2. Ibnu Mas’ud berkata:
“Menyuap dalam memutuskan hukum adalah kekafiran. Dan dia di kalangan manusia adalah harta haram.”
(Thabrany, dalam kitab Az Zawaajir, 2/189, karya Ibnu Hajar Al Wakki)
Kata ”kafir” di atas pun tidak diikuti oleh ”…duuna kufrin”. Ini berarti kafir akbar.
3. Masruq berkata:
”Aku bertanya kepada Umar bin Khattab: ’Apa pendapatmu tentang menyuap dalam memutuskan perkara, apa ia termasuk harta haram?’ Umar menjawab: ’Bukan! Itu adalah kekafiran. Sesungguhnya harta haram itu adalah seseorang memiliki kedudukan di sisi penguasa, dan seseorang lagi memiliki kebutuhan terhadap penguasa tersebut, kemudian orang tersebut tak memenuhi kebutuhannya sehingga dia memberi hadiah.’ ”
(Tafsir Ruhul Ma’aniy, 3/140)
Umar bin Khattab mengatakan bahwa menyuap dalam memutuskan perkara adalah kekafiran; benar-benar kafir dan bukan kufrun duuna kufrin.
4. Abad bin Humaid meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa dia ditanya tentang harta haram. Ali menjawab:
”Harta haram adalah harta suap.” Lalu dia ditanya bagaimana dalam memutuskan perkara, Ali menjawab: ”Itu kekafiran.”
(Tafsir Ruhul Ma’aniy, 3/140)
Serupa dengan perkataan Umar, maka Ali pun mengatakan bahwa memutuskan perkara dengan tidak menurut syari’at (yakni menyuap untuk merubah hukum) adalah kekafiran hakiki tanpa ”…duuna kufrin”.
5. Ibnu Qudamah berkata:
Hassan Al Bashri dan Sa’id bin Jubair ketika menafsirkan ayat ”Mereka banyak makan harta haram” (Al Ma’idah 42), mereka berdua berkata: ”Penyuapan.” Mereka mengatakan: ”Jika seorang hakim menerima suap, maka ini sampai pada tingkat kekafiran.”
(Al Mughni Ma’asy Syarhil Kabir, 11/437-438)
Hassan Al Bashri dan Sa’id Ibnu Jubair dari kalangan tabi’in pun mengatakan bahwa hakim yang menerima suap lalu merubah hukum dari yang semestinya, maka ia kafir tanap ”…kufrun duuna kufrin”.
6. Al Qasimy berkata:
Dinukil dari buku Al Lubab dari Ibnu Mas’ud, Hassan Al Bashri dan Ibrahim An Nakha’i, mereka berkata: ”Sesungguhnya ketiga ayat tersebut (Al Maidah 44, 45, 47) bersifat umum berkenaan umat Yahudi dan Islam. Maka setiap orang yang menerima suap lalu merubah keputusan dan memutuskan perkara dengan selain apa yang diturunkan Allah, maka dia kafir, zhalim, dan fasik. As Suddiy pun berpendapat seperti itu karena ayat itu secara zhahir menunjukkan seperti itu.”
(Mahasinut Ta’wil, 6/215)
Dari kalangan tabi’in, Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai dan As Suddiy pun tidak mengatakan kufrun duuna kufrin, tapi ”kafir” yang berarti kafir akbar.
7. Imam At Thabari meriwayatkan, Imam As Suddiy berkata:
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah (syari’at islam), mereka itulah orang-orang kafir.”
(Al Maidah 44)
Allah berfirman: “Dan barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang Aku turunkan dengan sengaja dan dia berlaku zhalim sedangkan dia mengetahui, maka dia termasuk orang kafir.”
(Tafsir At Thabari, 6/257)
8. Ibnu Katsir berkata:
“Barangsiapa meninggalkan syari’at yang telah jelas diturunkan kepada Muhammad dan berhukum kepada syri’at-syari’at lain yang telah dihapus, maka dia kafir. Lalu bagaimana dengan orang yang berhukum kepada Ilyasiq dan mendahulukannya atas syari’at Muhammad? Siapapun yang melakukan ini, dia kafir berdasarkan ijma ulama.”
(Al Bidayah Wan Nihayah, 13/119)
Hujjah-hujjah di atas adalah perkataan sahabat (Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib) dan tabi’in (Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai, A Suddiy, dan Sa’id bin Jubair). Mereka semua mengatakan bahwa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah adalah “kafir akbar” sesuai dengan zhahir ayat tersebut tanpa di ikuti “…kufrun duuna kufrin”.
Dengan demikian, ada dua kubu:
1. Yang mengatakan itu adalah kufur akbar (Umar bin Khattab, Ali bin Abu Thalib, Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai, A Suddiy, dan Sa’id bin Jubair)
2. Yang mengatakan itu adalah kufrun duuna kufrin (Imam At Thabari, Ibnu Taimiyah, Imam Bayhaqi, Imam Al Qurthubi, dll.)
PEMBAHASAN TENTANG CACATNYA ATSAR YANG MERIWAYATKAN KUFRUN DUUNA KUFRIN
1. Yang diriwayatkan oleh At Thabari adalah perkataan Ibnu Thawus dan tak bisa dinisbatkan kepada Ibnu Abbas, dalilnya yaitu:
Dari Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, ia mengatakan: Ibnu Abbas ditanya tentang ayat: “Barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah, mereka itulah orang-orang kafir” (Al Maidah 44), ia menjawab: “Ini adalah kekafiran.” Ibnu Thawus berkata: “Dan tidak seperti orang yang kafir kepada Allah, malikat-Nya, kitab-Nya, dan rasul-Nya”
(Tafsir At Thabary, 6/256)
Dari atsar di atas jelaslah bahwa Ibnu Abbas (sahabat) berkata “kekafiran”, sedangkan kufrun duuna kufrin adalah perkataan Ibnu Thawus. Adapun sanad atsar di atas yaitu:
Ibnu Abbas,
Thawus bin Kaisan,
Ibnu Thawus,
Ma’mar bin Rasyid,
Abdur Razzaq,
Waki,
Ibnu Waki,
Hannad,
Ibnu Jarir At Thabari.
2. Yang diriwayatkan Imam Hakim, yaitu:
Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman al-Mushili dia berkata : Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Harb dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Hisyam bin Hujair dari Thowus dari lbnu Abbas RodhiYallahu anhu dia berkata: “Dia bukanlah kekufuran yang kalian [2] katakan, sesungguhnya dia adalah kekufuran yang tidak mengeluarkan dari Islam. (Ayat yang artinya:) …. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orangorang yang kafir (Al-Ma ‘idah (51:44). ini adalah kufur duna kufrin.”
(Hakim, dalam Al- Mustadrak, 2/324)
Sanad atsar tersebut adalah:
Ibnu Abbas,
Thawus bin Kaisan,
Hisyam bin Hujair,
Sufyan bin Uyainah,
Ali bin Harb,
Ahmad bin Sulaiman,
Hakim
Atsar yang diriwayatkan Hakim tersebut dha’if dari sisi sanadnya. Di dalamnya terdapat Hisyam bin Hujair yang dha’if menurut Imam Ahmad, Yahya bin Sa’id, Al Uqaili (lihat Adh Dhu’afa 4/337-338, Al Kamil 7/2569, Tahdzib Al Kamal 30/179-180, dan Hadyu As Saari 447-448).
Ali Al Madini berkata: ”Aku membaca hadist di depan Yahya bin Sa’id; ‘Telah memberitakan kepadaku Ibnu Juraij dari Hisyam bin Hujair.’ Yahya bin Sa’id berkata; ’Hisyam bin Hujair pantas unutk aku tinggalkan.’ Aku bertanya; ’ Haruskah aku menghindari hadistnya?’ Yahya bin Sa’id menjawab; ’Ya!’ .”
Ibnu Hajar berkata mengenai Hisyam bin Hujair: ”Dia shaduq, memiliki hal-hal yang meragukan.”
Ahmad bin Hambal berkata: ”Hisyam bukan orang yang kuat.”
Sufyan bin Uyainah berkata: “Kami tidak mengambil hadist Hisyam bin Hujair selain dari apa yang tidak kami dapatkan pada selainnya.”
Abu Hatim berkata tentang Hisyam: “Hadistnya ditulis!” Tapi ini adalah sindiran untuk orang yang dianggap tamridh (sakit) dan tadh’if (lemah).
Imam Bukhari pun hanya meriwayatkan satu hadist dari jalur Hisyam bin Hujair, yaitu hadist tentang Sulaiman bin Daud yang berbunyi:
“Pada malam ini saya akan menggilir 90 perempuan,” ini dikarenakan hadist Hisyam memiliki mutaba’ah (penguat) yang juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Thawus.
SETELAH MENGETAHUI BAHWA ATSAR YANG DI RIWAYATKAN OLEH ATH THABARI DAN AL HAKIM (KUFRUN DUUNA KUFRIN) ADALAH LEMAH, LANTAS APA LAGI YANG MEMPERKUAT HUJJAH TENTANG MAKNA KUFUR AKBAR DALAM AYAT AL MAIDAH 44?
Sudah kita ketahui dari pembahasan di atas bahwa ada dua kubu:
1. Yang mengatakan itu adalah kufur akbar (Umar bin Khattab, Ali bin Abu Thalib, Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai, A Suddiy, dan Sa’id bin Jubair)
2. Yang mengatakan itu adalah kufrun duuna kufrin (Imam At Thabari, Ibnu Taimiyah, Imam Bayhaqi, Imam Al Qurthubi, dll.)
Maka Ibnu Taimiyah berkata mengenai perselisihan yang terjadi di antara tabi’in mengenai perbedaan tafsir, beliau berkata:
“Jika mereka (tabi’in) berselisih pendapat, maka perkataan sebagian mereka tidak bisa dijadikan hujjah terhadap sebagian yang lain, dan juga terhadap orang-orang setelah mereka. Semua itu dikembalikan kepada bahasa Al Qur’an atau Sunnah atau bahasa Arab secara umum atau kembalikan pada perkataan sahabat mengenai masalah tersebut.”
(Majmu Fatawa, 13/370)
Maka jelaslah bahwa kata kafir dalam ayat tersebut adalah kufur akbar sesuai dengan perkataan sahabat yakni Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, dan tabi’in yakni Hassan Al Bashri, dll.
Maka jelaslah pula bahwa Ibnu Taimiyah menganjurkan agar kita memahami kata “kafir” dalam Al Maidah 44 berupa kufur akbar. Karena dalam bahasa Arab kata kafir berarti murtad, keluar dari islam, atau bukan islam.
Hal ini pun deiperkuat oleh kebiasaan sang pembuat syari’at (Allah SWT), yang mana apabila Dia menjelaskan suatu hokum dalam Al Quran (halal, haram, kafir, syirik, dsb.) maka makna kata tersebut adalah makna mutlak (hakiki) yang sebenarnya.
Simaklah perkataan Ibnu Hajar berikut:
”Menurut kebiasaan pembuat syari’at, apabila kata syirik diungkapkan secara lepas, maka yang dimaksud adalah kebalikan tauhid. Dan lafazh ini disebut berulang-ulang dalam Al Quran dn sunnah yang tidak memiliki pengertian kecuali sebagaimana pengertian tersebut.”
(Fathul Bari, 1/65)
Baik Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Aziz (Sayyid Imam/Dr. Fadhl) maupun Sulaiman bin Nashr Al Ulwan mengatakan bahwa apabila kata ”kufur” ditulis dalam bentuk ma’rifah dengan huruf alif dan lam, maka maknanya adalah kufur akbar.
Demikianlah penafsiran yang (insha Allah) benar mengenai surat Al Maidah 44 sebagai bantahan terhadap kufrun duuna kufrin. Adapun kesalahan tulisan di atas berasal dari kami dan setan. Hanya kepada Allah kami memohon petunjuk.
Allah Ta’ala knows best….
Allah berfirman:
الْكَافِرُونَ هُمُ فَأُولَئِكَ اللَّهُ أَنْزَلَ بِمَا يَحْكُمْ لَمْ وَمَنْ
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah (syari’at islam), mereka itulah orang-orang kafir.”
(Al Maidah 44)
Ayat di atas menjelaskan tentang siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum islam dan menggunakan undang-undang buatan manusia, maka mereka tergolong orang-orang kafir.
Adapun sababun nuzul (sebab turun) ayat di atas yaitu:
“Bahwasanya didatangkan kepada Rasulullah SAW sepasang laki-laki dan perempuan Yahudi berzina, lalu Rasulullah SAW pergi sampai datang orang-orang Yahudi. Beliau bertanya kepada mereka: ‘Apa hukuman dalam Taurat bagi orang yang berzina?’ Mereka menjawab:
‘Kami hitamkan kedua wajahnya dan kami arak-arak keliling kota.’ Rasulullah SAW berkata: ’Datangkan Taurat padaku dan bacalah jika kalian benar.’ Orang-orang Yahudi pun membawa Taurat, salah seorang pemuda membacanya. Ketika sampai pada ayat rajam, pemuda itu meletakkan tangannya (untuk menutupi ayat rajam). Abdullah bin Salam berkata padanya: ’Suruh dia mengangkat tangannya!’ Maka pemuda itu mengangkat tangannya dan terdapat ayat rajam, maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk merajam kedua pezina itu, sehingga mereka dirajam. Abdullah bin Umar berkata: ’Aku termasuk orang yang ikut merajam dan aku lihat laki-laki itu melindungi perempuan itu dengan tubuhnya.’ ”
(Riwayat Imam Muslim)
Ibnu Umar mengatakan:
“Orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah SAW, mereka menceritakan ada sepasang laki-laki dan perempuan Yahudi berzina. Rasulullah bertanya: ‘Apa yang kalian dapati di Taurat tentang rajam?’ Mereka menjawab: ‘Kami cambuki dan pertontonkan mereka.’ Abdullah bin Salam berkata: ‘Kalian dusta! Sesungguhnya Taurat menyebut hukum rajam.’ Lalu mereka mendatangkan Taurat dan salah satu dari mereka membacanya dan menutupi ayat rajam dengan tangannya. Abdullah bin Salam berkata: ’Angkat tanganmu!’ Setelah tangannya diangkat, mereka berkata: ’Benar wahai Muhammad. Di dalamnya ada ayat rajam.’ Maka Rasulullah memerintahkan untuk merajam kedua pezina itu. Saya melihat laki-laki itu memiringkan badannya untuk melindungi sang perempuan dari lemparan batu.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
”Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas: ’Bahwasanya ayat-ayat ini turun berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berzina, sebagaimana disebutkan dalam hadist-hadist di depan. Dan bisa jadi dua peristiwa itu terjadi secara bersamaan dalam satu waktu, lalu ayat ini turun dengan semua peristiwa tersebut.’”
(Ibnu Katsir, dalam Umdadut Tafsir IV/148-155)
APAKAH KATA KAFIR DALAM AYAT TERSEBUT ADALAH KUFUR AKBAR ATAU KUFRUN DUUNA KUFRIN (KEKAFIRAN YANG TIDAK MEMURTADKAN PELAKUNYA DARI ISLAM)?
A. Yang berpendapat bahwa ini adalah kufrun duuna kufrin:
1. Telah mengabarkan kepada kami Hannad dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Waki’ dan telah mengabarkan kepada kami lbnu Waki’ bahwasanya dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami bapakku dari Sufyan dari Ma’mar bin Rosyid dari lbnu Thowus dari bapaknya dari lbnu Abbas rodhiallahu anhu (tentang ayat) … Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Ma‘idah : 44), dia berkata: “ini adalah kekufuran dan bukan kufur kepada Alloh, para malaikatNya, kitab-kitab-Nya, dan para rosul-Nya.”
(Tafsir At Thabari, 6/256)
2. Telah mengabarkan kepadaku Mutsanna dia berkata : Telah mengabarkan kepada kami Abdulloh bin Sholih dia berkata: Telah mengabarkan kepadaku Mu’awiyah bin Sholih dari Ali bin Abu Tholhah dari lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma tentang firman Allah … Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Al-Ma ‘idah : 44); (lbnu Abbas Rodhiyallahu anhu berkata): “Barangsiapa yang juhud (mengingkari) apa yang diturunkan oleh Alloh maka sungguh dia telah kafir, dan barangsiapa yang mengakui apa yang diturunkan oleh Alloh dan tidak berhukum dengannya maka dia zholim lagi fasik.”
(Tafsir At Thabari, 6/257)
3. Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman al-Mushili dia berkata : Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Harb dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Hisyam bin Hujair dari Thowus dari lbnu Abbas RodhiYallahu anhu dia berkata: “Dia bukanlah kekufuran yang kalian [2] katakan, sesungguhnya dia adalah kekufuran yang tidak mengeluarkan dari Islam. (Ayat yang artinya:) …. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orangorang yang kafir (Al-Ma ‘idah (51:44). ini adalah kufur duna kufrin.”
(Hakim, dalam Al- Mustadrak, 2/324)
4. Atho’ bin Abu Robah, seorang tabi’in, menyebut ayat 44-46 surat al-Ma’idah, dan berkata: “Kufrun duna kufrin (kufur kecil), fisqun duna fisqin (fasik kecil), dan zhulmun duna zhulmin (dzolim kecil)”
(Diriwayatkan oleh lbnu Jarir dalam Tafsir-nya 6/256 dan dishohihkan sanadnya oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Shohihah 6/114)
5. Thowus bin Kaisan, salah seorang tabi’in, menyebut ayat hukum dan berkata:”Bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya 6/256 dan dishohihkan sanadnya oleh Syaikh Al-Albani dalam SilsiIah Shohihah 6/114)
6. Al-Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang maksud kufur dalam ayat hukum,
maka beliau berkata : “Kekufuran yang tidak mengeluarkan dan keimanan.”
(Majmu’ Fatawa 7/254)
7. Imam Bayhaqi berkata: “Yang kami riwayatkan dari al-Imam Syafi’i dan para imam yang lainnya tentang para ahli bid’ah ini mereka maksudkan kufur duna kufrin (kufur kecil) sebagaimana dalam firman Alloh.
“Artinya : ..Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”(AI-Ma’idah : 44); lbnu Abbas Rodhiallahu anhumas berkata : Dia bukanlah kekufuran yang kalian (para Khowarij) katakan, sesungguhnya dia adalah kekufuran yang tidak mengeluarkan dari Islam. Ini adalah kufur duna kufrin.”
(Sunan Kubra, 10/207)
8. Imam Ibnu Abdil Barr berkata: “Telah datang dari lbnu Abbas Rodhiallahu anhuma bahwasanya dia berkata tentang hukum penguasa yang lancung, kufrun duna kufrin.”
(At-Tamhid, 4/237)
9. Al-Imam Qurthubi berkata: ”Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Alloh karena menolak al-Qur’an dan juhud (mengingkari) pada perkataan Rosul Shallallahu alaihi wa sallam maka dia kafir, ini adalah perkataan Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhuma dan Mujahid.”
(Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an 6/190)
10). Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah menafsirkan ayat hukum di atas dengan mengatakan: “Yaitu seorang yang menghalalkan berhukum dengan selain hukum Alloh.”
(Majmu’ Fatawa, 3/268)
B. Yang mengatakan bahwa ini adalah kufur akbar:
1. Masruq berkata:
“Aku bertanya kepada Ibnu Mas’ud tentang harta haram, apakah it termasuk suap dalam memutuskan perkara (pengadilan). Ia menjawab: ‘Bukankah barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah maka dia kafir? Akan tetapi harta haram itu adalah seseorang meminta bantuan kepadamu untuk suatu kedzaliman lalu kamu bantu dia, dan dia memberi hadiah kepadamu.’ “
(Tafsir At Thabari, 4/240)
Dalam tafsir di atas, Ibnu mas’ud menyebut kata “kafir” tanap diikuti “…duuna kufrin”. Maka kata kafir pada ayat tersebut mengandung makna kafir yang hakiki (kafir akbar).
2. Ibnu Mas’ud berkata:
“Menyuap dalam memutuskan hukum adalah kekafiran. Dan dia di kalangan manusia adalah harta haram.”
(Thabrany, dalam kitab Az Zawaajir, 2/189, karya Ibnu Hajar Al Wakki)
Kata ”kafir” di atas pun tidak diikuti oleh ”…duuna kufrin”. Ini berarti kafir akbar.
3. Masruq berkata:
”Aku bertanya kepada Umar bin Khattab: ’Apa pendapatmu tentang menyuap dalam memutuskan perkara, apa ia termasuk harta haram?’ Umar menjawab: ’Bukan! Itu adalah kekafiran. Sesungguhnya harta haram itu adalah seseorang memiliki kedudukan di sisi penguasa, dan seseorang lagi memiliki kebutuhan terhadap penguasa tersebut, kemudian orang tersebut tak memenuhi kebutuhannya sehingga dia memberi hadiah.’ ”
(Tafsir Ruhul Ma’aniy, 3/140)
Umar bin Khattab mengatakan bahwa menyuap dalam memutuskan perkara adalah kekafiran; benar-benar kafir dan bukan kufrun duuna kufrin.
4. Abad bin Humaid meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa dia ditanya tentang harta haram. Ali menjawab:
”Harta haram adalah harta suap.” Lalu dia ditanya bagaimana dalam memutuskan perkara, Ali menjawab: ”Itu kekafiran.”
(Tafsir Ruhul Ma’aniy, 3/140)
Serupa dengan perkataan Umar, maka Ali pun mengatakan bahwa memutuskan perkara dengan tidak menurut syari’at (yakni menyuap untuk merubah hukum) adalah kekafiran hakiki tanpa ”…duuna kufrin”.
5. Ibnu Qudamah berkata:
Hassan Al Bashri dan Sa’id bin Jubair ketika menafsirkan ayat ”Mereka banyak makan harta haram” (Al Ma’idah 42), mereka berdua berkata: ”Penyuapan.” Mereka mengatakan: ”Jika seorang hakim menerima suap, maka ini sampai pada tingkat kekafiran.”
(Al Mughni Ma’asy Syarhil Kabir, 11/437-438)
Hassan Al Bashri dan Sa’id Ibnu Jubair dari kalangan tabi’in pun mengatakan bahwa hakim yang menerima suap lalu merubah hukum dari yang semestinya, maka ia kafir tanap ”…kufrun duuna kufrin”.
6. Al Qasimy berkata:
Dinukil dari buku Al Lubab dari Ibnu Mas’ud, Hassan Al Bashri dan Ibrahim An Nakha’i, mereka berkata: ”Sesungguhnya ketiga ayat tersebut (Al Maidah 44, 45, 47) bersifat umum berkenaan umat Yahudi dan Islam. Maka setiap orang yang menerima suap lalu merubah keputusan dan memutuskan perkara dengan selain apa yang diturunkan Allah, maka dia kafir, zhalim, dan fasik. As Suddiy pun berpendapat seperti itu karena ayat itu secara zhahir menunjukkan seperti itu.”
(Mahasinut Ta’wil, 6/215)
Dari kalangan tabi’in, Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai dan As Suddiy pun tidak mengatakan kufrun duuna kufrin, tapi ”kafir” yang berarti kafir akbar.
7. Imam At Thabari meriwayatkan, Imam As Suddiy berkata:
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah (syari’at islam), mereka itulah orang-orang kafir.”
(Al Maidah 44)
Allah berfirman: “Dan barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang Aku turunkan dengan sengaja dan dia berlaku zhalim sedangkan dia mengetahui, maka dia termasuk orang kafir.”
(Tafsir At Thabari, 6/257)
8. Ibnu Katsir berkata:
“Barangsiapa meninggalkan syari’at yang telah jelas diturunkan kepada Muhammad dan berhukum kepada syri’at-syari’at lain yang telah dihapus, maka dia kafir. Lalu bagaimana dengan orang yang berhukum kepada Ilyasiq dan mendahulukannya atas syari’at Muhammad? Siapapun yang melakukan ini, dia kafir berdasarkan ijma ulama.”
(Al Bidayah Wan Nihayah, 13/119)
Hujjah-hujjah di atas adalah perkataan sahabat (Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib) dan tabi’in (Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai, A Suddiy, dan Sa’id bin Jubair). Mereka semua mengatakan bahwa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah adalah “kafir akbar” sesuai dengan zhahir ayat tersebut tanpa di ikuti “…kufrun duuna kufrin”.
Dengan demikian, ada dua kubu:
1. Yang mengatakan itu adalah kufur akbar (Umar bin Khattab, Ali bin Abu Thalib, Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai, A Suddiy, dan Sa’id bin Jubair)
2. Yang mengatakan itu adalah kufrun duuna kufrin (Imam At Thabari, Ibnu Taimiyah, Imam Bayhaqi, Imam Al Qurthubi, dll.)
PEMBAHASAN TENTANG CACATNYA ATSAR YANG MERIWAYATKAN KUFRUN DUUNA KUFRIN
1. Yang diriwayatkan oleh At Thabari adalah perkataan Ibnu Thawus dan tak bisa dinisbatkan kepada Ibnu Abbas, dalilnya yaitu:
Dari Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, ia mengatakan: Ibnu Abbas ditanya tentang ayat: “Barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah, mereka itulah orang-orang kafir” (Al Maidah 44), ia menjawab: “Ini adalah kekafiran.” Ibnu Thawus berkata: “Dan tidak seperti orang yang kafir kepada Allah, malikat-Nya, kitab-Nya, dan rasul-Nya”
(Tafsir At Thabary, 6/256)
Dari atsar di atas jelaslah bahwa Ibnu Abbas (sahabat) berkata “kekafiran”, sedangkan kufrun duuna kufrin adalah perkataan Ibnu Thawus. Adapun sanad atsar di atas yaitu:
Ibnu Abbas,
Thawus bin Kaisan,
Ibnu Thawus,
Ma’mar bin Rasyid,
Abdur Razzaq,
Waki,
Ibnu Waki,
Hannad,
Ibnu Jarir At Thabari.
2. Yang diriwayatkan Imam Hakim, yaitu:
Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman al-Mushili dia berkata : Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Harb dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Hisyam bin Hujair dari Thowus dari lbnu Abbas RodhiYallahu anhu dia berkata: “Dia bukanlah kekufuran yang kalian [2] katakan, sesungguhnya dia adalah kekufuran yang tidak mengeluarkan dari Islam. (Ayat yang artinya:) …. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orangorang yang kafir (Al-Ma ‘idah (51:44). ini adalah kufur duna kufrin.”
(Hakim, dalam Al- Mustadrak, 2/324)
Sanad atsar tersebut adalah:
Ibnu Abbas,
Thawus bin Kaisan,
Hisyam bin Hujair,
Sufyan bin Uyainah,
Ali bin Harb,
Ahmad bin Sulaiman,
Hakim
Atsar yang diriwayatkan Hakim tersebut dha’if dari sisi sanadnya. Di dalamnya terdapat Hisyam bin Hujair yang dha’if menurut Imam Ahmad, Yahya bin Sa’id, Al Uqaili (lihat Adh Dhu’afa 4/337-338, Al Kamil 7/2569, Tahdzib Al Kamal 30/179-180, dan Hadyu As Saari 447-448).
Ali Al Madini berkata: ”Aku membaca hadist di depan Yahya bin Sa’id; ‘Telah memberitakan kepadaku Ibnu Juraij dari Hisyam bin Hujair.’ Yahya bin Sa’id berkata; ’Hisyam bin Hujair pantas unutk aku tinggalkan.’ Aku bertanya; ’ Haruskah aku menghindari hadistnya?’ Yahya bin Sa’id menjawab; ’Ya!’ .”
Ibnu Hajar berkata mengenai Hisyam bin Hujair: ”Dia shaduq, memiliki hal-hal yang meragukan.”
Ahmad bin Hambal berkata: ”Hisyam bukan orang yang kuat.”
Sufyan bin Uyainah berkata: “Kami tidak mengambil hadist Hisyam bin Hujair selain dari apa yang tidak kami dapatkan pada selainnya.”
Abu Hatim berkata tentang Hisyam: “Hadistnya ditulis!” Tapi ini adalah sindiran untuk orang yang dianggap tamridh (sakit) dan tadh’if (lemah).
Imam Bukhari pun hanya meriwayatkan satu hadist dari jalur Hisyam bin Hujair, yaitu hadist tentang Sulaiman bin Daud yang berbunyi:
“Pada malam ini saya akan menggilir 90 perempuan,” ini dikarenakan hadist Hisyam memiliki mutaba’ah (penguat) yang juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Thawus.
SETELAH MENGETAHUI BAHWA ATSAR YANG DI RIWAYATKAN OLEH ATH THABARI DAN AL HAKIM (KUFRUN DUUNA KUFRIN) ADALAH LEMAH, LANTAS APA LAGI YANG MEMPERKUAT HUJJAH TENTANG MAKNA KUFUR AKBAR DALAM AYAT AL MAIDAH 44?
Sudah kita ketahui dari pembahasan di atas bahwa ada dua kubu:
1. Yang mengatakan itu adalah kufur akbar (Umar bin Khattab, Ali bin Abu Thalib, Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai, A Suddiy, dan Sa’id bin Jubair)
2. Yang mengatakan itu adalah kufrun duuna kufrin (Imam At Thabari, Ibnu Taimiyah, Imam Bayhaqi, Imam Al Qurthubi, dll.)
Maka Ibnu Taimiyah berkata mengenai perselisihan yang terjadi di antara tabi’in mengenai perbedaan tafsir, beliau berkata:
“Jika mereka (tabi’in) berselisih pendapat, maka perkataan sebagian mereka tidak bisa dijadikan hujjah terhadap sebagian yang lain, dan juga terhadap orang-orang setelah mereka. Semua itu dikembalikan kepada bahasa Al Qur’an atau Sunnah atau bahasa Arab secara umum atau kembalikan pada perkataan sahabat mengenai masalah tersebut.”
(Majmu Fatawa, 13/370)
Maka jelaslah bahwa kata kafir dalam ayat tersebut adalah kufur akbar sesuai dengan perkataan sahabat yakni Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, dan tabi’in yakni Hassan Al Bashri, dll.
Maka jelaslah pula bahwa Ibnu Taimiyah menganjurkan agar kita memahami kata “kafir” dalam Al Maidah 44 berupa kufur akbar. Karena dalam bahasa Arab kata kafir berarti murtad, keluar dari islam, atau bukan islam.
Hal ini pun deiperkuat oleh kebiasaan sang pembuat syari’at (Allah SWT), yang mana apabila Dia menjelaskan suatu hokum dalam Al Quran (halal, haram, kafir, syirik, dsb.) maka makna kata tersebut adalah makna mutlak (hakiki) yang sebenarnya.
Simaklah perkataan Ibnu Hajar berikut:
”Menurut kebiasaan pembuat syari’at, apabila kata syirik diungkapkan secara lepas, maka yang dimaksud adalah kebalikan tauhid. Dan lafazh ini disebut berulang-ulang dalam Al Quran dn sunnah yang tidak memiliki pengertian kecuali sebagaimana pengertian tersebut.”
(Fathul Bari, 1/65)
Baik Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Aziz (Sayyid Imam/Dr. Fadhl) maupun Sulaiman bin Nashr Al Ulwan mengatakan bahwa apabila kata ”kufur” ditulis dalam bentuk ma’rifah dengan huruf alif dan lam, maka maknanya adalah kufur akbar.
Demikianlah penafsiran yang (insha Allah) benar mengenai surat Al Maidah 44 sebagai bantahan terhadap kufrun duuna kufrin. Adapun kesalahan tulisan di atas berasal dari kami dan setan. Hanya kepada Allah kami memohon petunjuk.
Allah Ta’ala knows best….
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar